Qnews.co.id, JAKARTA – Belantara Foundation menggelar pameran yang berlangsung selama 2 hari pada 5-6 Oktober 2024 di Mall Sarinah, Jakarta.
Pameran itu merupakan puncak acara dari rangkaian kegiatan Muda Mudi Konservasi, yang meliputi Belantara Learning Series Episode 11 dengan tema Ekowisata Satwa Liar Berkelanjutan: Pembelajaran Dari Asia pada 11 September 2024.
Pameran itu bertajuk Pameran Muda Mudi Konservasi 2.0: Kolaborasi Kunci Keberhasilan Konservasi Biodiversitas Indonesia.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna dalam sambutannya menjelaskan Pameran Muda Mudi Konservasi merupakan sebuah gerakan yang bertujuan meningkatkan kesadartahuan (awareness) publik, khususnya generasi muda, tentang pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia.
“Pameran Muda Mudi Konservasi kali ini difokuskan pada upaya menyampaikan pemahaman tentang pentingnya hidup harmonis antara manusia dengan satwa liar di habitatnya di Indonesia,” ujar Dolly dalam keterangan yang diterima Qnews.co.id, Minggu (6/10).
Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan itu menjelaskan kehilangan keanekaragaman hayati, termasuk satwa liar, merupakan salah satu bagian dari triple planetary crisis (tiga krisis planet) yang akan mengancam keberhasilan pencapaian pembangunan berkelanjutan.
Secara global, kata Dolly, faktor penyebab hilangnya keanekaragaman hayati antara lain alih fungsi lahan, eksploitasi berlebihan (over exploitation), perubahan iklim, polusi, hama dan penyakit hingga konflik satwa liar dengan manusia di habitatnya.
Saat ini, konflik manusia dengan satwa liar intensitasnya cenderung meningkat dipicu oleh banyak faktor. Misalnya, alih fungsi lahan yang berdampak pada hilangnya habitat, fragmentasi habitat, hingga penurunan kualitas habitat.
Meningkatnya aktivitas manusia di areal-areal yang merupakan habitat satwa liar telah memicu terjadinya konflik. Konflik manusia dan satwa liar juga acap kali terjadi di areal konsesi kehutanan, di HGU perkebunan kelapa sawit, bahkan di ladang-ladang masyarakat.
“Oleh karenanya dibutuhkan strategi, upaya, serta aksi konkret bersama para pihak untuk mewujudkan harmonisasi manusia dan satwa liar di habitatnya”, terang Dolly.
Menurut Dolly, harmonisasi terkait ruang hidup antara manusia dan satwa liar telah menajdi win win solution bagi pembangunan yang berkelanjutan dan upaya konservasi.
Senada Dolly, Co-Chair IUCN-IdSSG Sunarto mengungkapkan pentingnya eduksi untuk berbagi ruang dan hidup antara satwa dan manusia agar terus menerus dilakukan. Selain berbagai manfaat yang didapat, ternyata ada risiko konflik yang perlu diminimalisir, dimitigasi dan dikelola secara baik terus menerus.
Menurut Sunarto, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik manusia dan satwa liar di habitatnya, yakni masalah dari individu satwa liar itu sendiri.
Misalnya, satwa liar yang sakit cenderung mengalami kesulitan berburu ataupun individu jantan muda yang tengah mencari wilayah jelajah baru juga rentan mengalami konflik dengan manusia.
Bahkan tak jarang ditemukan adanya habitat yang bersinggungan dengan kawasan aktivitas manusia, seperti permukiman penduduk atau perkebunan. Hal itu diperburuk dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhannya yang memberi tekanan terhadap habitat alami satwa liar.
“Pemahaman yang baik oleh semua pihak menjadi kunci penting dalam berbagi ruang hidup yang berdampingan secara harmonis,” tegas Sunarto.
Di tempat terpisah, Ketua Dewan Pengurus Belantara Foundation Irsyal Yasman membeberkan gerakan Muda Mudi Konservasi ini sangat relevan dengan salah satu pilar program Belantara yakni pelestarian satwa liar beserta habitatnya.
“Kami terus mengajak dan menggalakkan aksi kolaborasi multipihak agar mendukung gerakan penyadartahuan (awareness) serta edukasi ke masyarakat khususnya generasi muda agar berpartisipasi aktif menjaga dan melestarikan biodiversitas Indonesia”, kata Irsyal.