Qnews.co.id, JAKARTA – Kementerian Perhubungan mengungkapkan jumlah armada pesawat di Indonesia yang beroperasi saat ini menunjukkan perubahan dari sebelumnya. Angkanya berubah drastis dari sebelumnya ketika mengalami pandemi COVID-19.
Hal itu diungkapkan Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam acara Evaluasi Publik Atas Kinerja Sektor Transportasi Umum dan Perhubungan Pemerintahan Jokowi yang di Jakarta Rabu (3/10).
Adita menjelaskan pandemi telah memberikan perubahan yang signifikan terhadap industri penerbangan di tanah air, termasuk jumlah armada yang beroperasi saat itu.
“Sempat jatuh, (armada) hanya di sekitar 40 persen dibandingkan sebelum pandemi COVID-19, tetapi sekarang sudah agak pulih meskipun belum mencapai titik imbangnya seperti sebelum pandemi,” papar Adita.
Sebelum pandemi, kata Adita, jumlah armada pesawat di Indonesia mencapai sekitar 800 unit. Selama masa pandemi, jumlah armada terus menurun, bahkan sangat drastis hingga mencapai 60 persen.
Saat ini, data Kementerian Perhubungan menunjukkan jumlah armada pesawat berada di kisaran 450 hingga 500 unit. Meskipun masih jauh dari jumlah ideal sebelum pandemi, pemulihan dari COVID-19 menjadi momentum hadirna harapan baru bagi industri penerbangan untuk kembali bangkit.
“Kalau bicara jumlah pesawat, memang ini isu besar di Indonesia karena suplai pesawat itu menurun drastis pasca pandemi. Ini karena situasi global juga belum pulih dan ini terjadi hampir di seluruh dunia dan tidak hanya di Indonesia,” papar Adita.
Di sisi lain, ungkap Adita, ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan juga masih menjadi persoalan besar. Pasalnya, jumlah pesawat yang tersedia dari produsen masih belum cukup untuk memenuhi lonjakan permintaan di dalam negeri.
Hal itu menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan. Menurut Adita, tidak bisa dipungkiri akan berimbas terhadap harga tiket penerbangan.
“Ini juga yang menyebabkan suplai dan demand-nya juga tidak imbang, demand yang sangat tinggi itu hanya bisa dicukupi oleh pesawat yang ada,” paparnya.
Kementerian Perhubungan juga menjelaskan tentang pentingnya armada yang jumlahya jauh lebih besar dari saat ini. Jika Indonesia memiliki lebih dari 800 pesawat, diharapkan akan mampu memenuhi jumlah keberangkatan, terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi besar, seperti kawasan pariwisata prioritas.
Meski begitu, pemerintah telah menetapkan koridor tarif batas atas dan tarif batas bawah untuk menjaga kestabilan harga tiket. Maskapai, kata Adita masih diperbolehkan untuk menetapkan harga di batas atas disesuaikan dengan mekanisme pasar.
Selanjutnya, pemerintah akan terus memantau harga tiket agar tetap dalam koridor yang telah ditetapkan. Apalagi, di momen tertentu, seperti musim mudik atau liburan Natal dan Tahun Baru, permintaan perjalanan udara diprediksi akan meningkat.
“Kenaikan harga tiket di masa-masa itu dianggap wajar selama masih berada dalam batasan yang telah ditentukan,” katanya
Pemerintah juga akan tetap waspada terhadap kemungkinan pelanggaran yang dilakukan oleh maskapai penerbangan terkait harga tiket. Nantinya, apabila terdapat pelanggaran tarif yang melebihi batas yang telah ditentukan, pemerintah akan bersikap tegas dengan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
“Selama masih dalam koridor, Pemerintah tidak bisa melakukan tindakan terhadap hal tersebut, tetapi kita tetap pantau. Kalau ada pelanggaran akan ada sanksi yang akan diterapkan,” pungkasnya.