Ekowisata Satwa Liar Dukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Belantara Foundation bekerja sama dengan Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Prodi Biologi FMIPA, Prodi Pendidikan Biologi FKIP dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Pakuan menyelenggarakan webinar internasional yang dikemas melalui kegiatan Belantara Learning Series Episode 11 (BLS Eps.11) dengan tema “Ekowisata Satwa Liar Berkelanjutan: Pembelajaran Dari Asia” pada Rabu, 11 September 2024. Foto: Belantara Foundation

Qnews.co.id, JAKARTA – Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna menekankan tentang pentingnya pemahaman stakeholders tentang makna sesungguhnya dari ekowisata satwa liar berkelanjutan.

Hal itu penting dilakukan untuk meningkatkan partisipasi aktif sejumlah pihak dalam mengembangkan ekowisata satwa liar berkelanjutan di kawasan Asia, khususnya Indonesia.

Bacaan Lainnya

“Ekowisata satwa liar seharusnya bisa menjadi wahana untuk melibatkan dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, serta sekaligus memberikan perlindungan ekologis terhadap satwa liar dan keanekaragaman hayati lainnya”, ujar Dolly kepada Qnews.co.id, Jumat (13/9).

Menurut Dolly, secara tidak langsung, kegiatan ekowisata atau wisata berkelanjutan turut mendukung edukasi lingkungan hidup, baik kepada pengunjung maupun masyarakat sekitar. Di waktu yang bersamaan, hal itu membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan perekonomian dan kehidupan sosialnya.

“Kini, ekowisata satwa liar telah menjadi bagian dalam mendukung dan mengembangkan pembangunan berkelanjutan, di tengah semakin rusak dan kritisnya sumber daya hayati”, papar Dolly yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.

Senada, Rektor Universitas Pakuan Prof. Didik Notosudjono memaparkan bahwa praktik ekowisata berkelanjutan di Indonesia telah menunjukkan perkembangan positif di beberapa wilayah. Hanya saja, tantangan besar masih ada, terutama dalam hal pengawasan, infrastruktur, dan kesadaran.

Untuk memastikan bahwa ekowisata benar-benar berkelanjutan, Indonesia perlu memperkuat regulasi, meningkatkan pendidikan lingkungan, dan memastikan bahwa pariwisata memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal dan lingkungan secara jangka panjang.

“Dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada, perguruan tinggi dapat berkontribusi dalam mengembangkan ekowisata berkelanjutan melalui berbagai cara, antara lain melakukan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, kolaborasi dengan masyarakat lokal, inovasi teknologi, monitoring dan evaluasi, penyadaran publik dan kampanye,” papar Prof. Didik.

Dengan demikian, melalui peran-peran tersebut, perguruan tinggi tidak hanya mendukung pengembangan ekowisata berkelanjutan, namun juga berkontribusi aktif dalam melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof. Hadi Sukadi Alikodra, mengingatkan tentang pentingnya kolaborasi antarpihak dalam mencapai tujuan dengan konsep triple helix pada program ekowisata dan bioprospeksi hidupan liar untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Konsep tersebut menggabungkan peran akademisi, sektor bisnis, dan pemerintah. Dengan melibatkan berbagai pihak, konsep triple helix bisa digunakan untuk mencari pendekatan inovatif dalam meningkatkan pengembangan dan implementasi ekowisata dan bioprospeksi hidupan liar berkelanjutan di Indonesia.

“Tentu saja butuh koordinasi yang baik, juga komitmen tinggi, dari berbagai pihak sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing,” ujar Prof. Hadi.

Pada kesempatan yang sama, Pendiri dan Direktur Eksekutif Indecon Ary S Suhandi menjelaskan wisata satwa liar telah menjadi tren signifikan di tingkat global. Hal itu didorong oleh meningkatnya minat masyarakat terhadap alam, konservasi, dan wisata berkelanjutan.

“Ekowisata juga dapat dimanfaatkan untuk berkontribusi pada upaya pelestarian alam maupun budaya. Namun hal itu jika pariwisata dikelola dengan baik dan benar, ujar Ary.

Jika pengelolaan tidak dilakukan, pariwisata memiliki risiko menimbulkan dampak negatif baik pada lingkungan maupun sosial budaya.

“Oleh karena itu,  peningkatan kapasitas dan kesadaran masyarakat menjadi krusial didahulukan,” terangnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan