Emas dan Perak Hadapi Prospek Berbeda, Momentum Jangka Panjang Tetap Kuat

Emas (GLD) mengalami tren kenaikan yang kuat didukung oleh pemotongan suku bunga dan ketidakpastian ekonomi, sementara perak (SLV) mengikuti tren bullish yang didorong oleh permintaan industri dan stimulus China. Foto: Logam Mulia

Qnews.co.id, JAKARTA – Analis Quotient Fund Indonesia Devin Emilian menyebut sepanjang tahun 2024, pasar keuangan global mengalami volatilitas tinggi, dengan fluktuasi signifikan pada logam mulia seperti emas (GLD) dan perak (SLV), serta sumber energi seperti minyak (USO).

Faktor-faktor seperti pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve, stimulus ekonomi dari China, dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah memengaruhi sentimen investor dan menciptakan peluang serta risiko.

Bacaan Lainnya

“Logam mulia mendapat manfaat dari ketidakpastian ekonomi, sementara pasar energi dipengaruhi oleh dinamika penawaran dan permintaan,” kata Devin kepada Qnews.co.id, Senin (30/9).

Sepanjang tahun 2024, harga emas telah mengalami kenaikan signifikan dan mencapai rekor baru. Kontrak berjangka emas mencatat harga tertinggi di USD2.687,30 sebelum terkoreksi ringan di akhir September.

Sepanjang bulan September, GLD mengikuti tren upward channel (saluran naik) yang stabil dan mencapai resistensi di sekitar USD249.35, yang merupakan area penting berdasarkan Fibonacci extension.

“Koreksi kecil terjadi setelah harga mendekati level ini,” terangnya.

Secara umum, faktor momentum yang mempengaruhi emas, di antaranya, pemotongan Suku Bunga oleh The Fed.

“Penurunan suku bunga oleh Federal Reserve AS, termasuk pemotongan setengah poin minggu lalu, membuat emas lebih menarik dibandingkan dengan obligasi AS yang hasilnya menurun,” ujar Devin.

Ini menjadi salah satu pendorong utama kenaikan emas sepanjang tahun.

Berikutnya, ketidakpastian ekonomi. Kepercayaan konsumen yang lemah dan kekhawatiran terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi AS meningkatkan daya tarik emas sebagai aset aman di tengah ketidakstabilan ekonomi.

Pembelian emas oleh sejumlah bank sentral juga menjadi momentum pendorong naiknya harga emas.

“Bank sentral dari negara-negara seperti China, Turki, dan India terus meningkatkan cadangan emas mereka, yang mendorong kenaikan permintaan dan harga emas secara keseluruhan,” paparnya.

Dari sisi prospek, kenaikan harga emas diproyeksikan akan terus berlanjut. Beberapa analis memprediksi target harga emas bisa mencapai USD2.850 pada 2025, seiring berlanjutnya ketidakpastian ekonomi dan kampanye pemotongan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed.

“Meskipun RSI menunjukkan kondisi overbought, yang mengindikasikan potensi koreksi kecil, tren jangka panjang tetap bullish,” tegas Devin.

Jika harga turun ke support disekitar USD240, koreksi ini diharapkan hanya bersifat sementara sebelum tren naik berlanjut.

Berikutnya Perak (SLV) ditandai dengan pergerakan harga sepanjang tahun 2024 mengalami lonjakan besar, naik lebih dari 35%.

“Pada bulan September, SLV berhasil breakout dari pola downward channel, menandakan pembalikan tren dari bearish menjadi bullish,” jelas Devin.

Saat ini, SLV berada dalam fase konsolidasi di sekitar level support sekitar USD28.71, dengan tren keseluruhan masih bullish selama harga tidak menembus kembali support kritis ini.

Dari sisi faktor momentum, pergerakan perak dipengaruhi oleh stimulus ekonomi China. Langkah-langkah ekonomi terbaru dari China, termasuk pemotongan suku bunga dan insentif industri, terutama di sektor energi bersih dan teknologi, telah mendukung permintaan perak.

“China adalah konsumen utama perak untuk aplikasi industri,” kata Devin.

Permintaan energi bersih juga menjadi momentum besar, utamanya dalam produksi tenaga surya dan kendaraan listrik. Hal itu meningkatkan permintaan perak untuk komponen industri, sehingga memberikan prospek bullish bagi perak.

Momentum lainnya terkait performa emas. Perak, kata Devin, cenderung mengikuti pergerakan harga emas.

“Sehingga reli emas yang berkelanjutan turut memberikan dampak positif pada perak,” ujarnya.

Jika level support di sekitar USD28.71 bertahan, harga perak diperkirakan akan naik ke USD35 dan berpotensi mencapai USD38, terutama didorong oleh kuatnya permintaan industri dan dukungan ekonomi dari China.

Meskipun RSI menunjukkan momentum yang bergerak di antara kondisi oversold ke netral, saat ini momentum masih lemah.

“Namun, bullish momentum diharapkan kembali menguat jika harga berhasil bertahan di atas support utama,” terang Devin.

Berikutnya minyak (USO), dimana sepanjang bulan September, harga minyak mengalami fluktuasi, dengan masih berada di dalam pola falling channel atau saluran menurun.

Meskipun ada beberapa dorongan ke atas, harga belum berhasil keluar dari channel tersebut, sehingga tren saat ini masih cenderung netral hingga bearish.

“Level resistensi kunci berada di sekitar USD73.65, yang perlu ditembus untuk mengonfirmasi pembalikan tren ke arah bullish,” kata Devin.

Secara umum momentum pendukung, di antaranya ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang akan memengaruhi harga minyak.

Serangan Israel yang kian intensif serta kemungkinan keterlibatan Iran –salah satu produsen utama minyak di OPEC–, juga telah menimbulkan kekhawatiran tentang gangguan pasokan minyak.

“Hal itu mengakibatkan kenaikan harga minyak jenis Brent dan West Texas Intermediate (WTI),” katanya.

Momentum lainnya, pasar minyak yang kini lebih ‘kebal’ terhadap konflik di Timur Tengah karena kapasitas produksi cadangan OPEC yang masih besar.

“Konflik yang berkepanjangan di wilayah tersebut tampaknya tidak lagi memiliki dampak signifikan terhadap produksi minyak global,” ujar Devin.

Selain faktor geopolitik, kondisi ekonomi di China juga berperan besar dalam fluktuasi harga minyak. Upaya pemerintah China mendorong perekonomian, seperti pemotongan suku bunga, telah membantu menstabilkan kepercayaan pasar.

“Sebagai pengimpor minyak terbesar di dunia, pemulihan ekonomi China menjadi kunci bagi permintaan minyak global,” paparnya.

Secara prospek, USO diproyeksikan akan tetap berfluktuasi di dalam pola falling channel hingga harga mampu menembus resistensi kunci disekitar USD73.65.

Jika breakout ini terjadi, minyak dapat beralih ke tren bullish. “Namun, saat ini tren minyak masih cenderung bearish, dengan volatilitas jangka pendek yang dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik,” katanya.

Kerja sama jangka panjang antara negara-negara penghasil minyak, seperti Rusia dan OPEC+, diharapkan bisa menjaga stabilitas harga minyak ke depan. Meskipun Rusia terkena sanksi dan pembatasan harga, mereka telah menegaskan komitmen untuk melanjutkan kerja sama dengan OPEC hingga setelah kesepakatan yang berlaku saat ini berakhir pada tahun 2025.

“Ini akan membantu menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan minyak global,” ujarnya.

Sepanjang tahun 2024, ketidakpastian ekonomi global, kebijakan moneter, serta dinamika geopolitik telah memainkan peran penting dalam pergerakan harga komoditas utama seperti emas, perak, dan minyak.

Emas (GLD) mengalami tren kenaikan yang kuat didukung oleh pemotongan suku bunga dan ketidakpastian ekonomi, sementara perak (SLV) mengikuti tren bullish yang didorong oleh permintaan industri dan stimulus China.

Di sisi lain, minyak (USO) masih berada dalam tren netral hingga bearish akibat ketegangan geopolitik dan dinamika permintaan.

“Secara keseluruhan, dua komoditas ini menghadapi prospek yang berbeda, namun momentum jangka panjang logam mulia diperkirakan akan tetap kuat, sementara minyak menghadapi tantangan lebih besar terkait volatilitas pasar,” tandas Devin

*Quotient Fund Indonesia adalah perusahaan konsultasi keuangan global yang berbasis di Jakarta Selatan. Perusahaan ini menawarkan analisis pasar yang mendalam serta solusi investasi strategis untuk klien di seluruh Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi hotline kami di 0811-1094-489.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan