Emas Tunjukkan Ketahanan dan Kinerja Kuat Hadapi Tantangan Ekonomi Global

Arsip foto - Petugas menata emas batangan di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Antam Setiabudi, Jakarta, Jumat (12/7/2024). Foto: ANTARA

Qnews.co.id, JAKARTA – Analis Quotient Fund Indonesia Regen Lee mengungkapkan perusahaan global yang menawarkan layanan keuangan, Saxo Bank, menyoroti pemilihan presiden AS yang akan datang antara Donald Trump dan Kamala Harris.

Pertarungan merebut puncak pimpinan Amerika berikutnya itu, kemungkinan akan menguntungkan harga emas terlepas dari hasil pemilunya seperti apa.

Bacaan Lainnya

Sementara itu, Hansen Technologies berpendapat, ketidakpastian politik dan ekonomi seputar pemilihan itu akan mendorong investor menuju keamanan emas.

Hansen, kata Regen, menekankan bahwa kebijakan ekonomi yang berbeda dari kedua kandidat akan menciptakan volatilitas pasar, yang secara tradisional akan meningkatkan daya tarik emas sebagai aset safe-haven.

“Emas telah menunjukkan ketahanan dan kinerja yang kuat dalam menghadapi tantangan ekonomi global, memperkuat statusnya sebagai investasi yang andal,” ujar Regen di Jakarta, Rabu (11/9).

Sementara itu, pedagang Tiongkok secara signifikan turut mempengaruhi pasar emas. Lonjakan harga emas di awal tahun ini, terutama didorong oleh pedagang berjangka di Shanghai Futures Exchange (SHFE) dan Shanghai Gold Exchange (SGE).

Aktivitas yang meningkat dari pedagang Tiongkok telah mendorong harga emas ke level tertinggi baru, dimana beberapa analis memprediksi, emas bisa mencapai $3.000 per ons.

Sementara investor Barat telah menjual aset terkait emas karena suku bunga riil yang tinggi, permintaan dari Tiongkok ternyata tetap kuat, didorong oleh kebijakan bank sentral dan sektor swasta.

“Pergeseran ini menunjukkan bahwa Timur kini memainkan peran yang dominan di pasar emas global, berpotensi menyebabkan harga lebih tinggi secara berkelanjutan,” ujarnya.

Menggabungkan wawasan ini, menurut Regen, jelas menunjukkan perkembangan politik di AS dan peningkatan aktivitas perdagangan di Tiongkok merupakan faktor kunci yang mendorong prospek bullish untuk emas.

Perak (SLV)

Komoditas berikutnya yang memiliki prospek baik di masa depan adalah perak. Harga perak (XAG/USD), kata Regen, tetap stabil mendekati level tertinggi mingguan, tepat di bawah $28,50.

Stabilitas harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pemulihan moderat Dolar AS dan spekulasi tentang kemungkinan pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve AS.

“Antisipasi pemotongan suku bunga diharapkan dapat membatasi penurunan harga perak, membuatnya lebih menarik bagi pembeli,” ujarnya.

Namun, kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan permintaan perak dapat menimbulkan tantangan, mengingat Tiongkok merupakan pemain utama di pasar perak global.

Di sisi lain, reli harga perak baru-baru ini tidak mungkin bertahan tanpa dukungan dari emas. Ini menunjukkan korelasi yang kuat antara kedua logam mulia tersebut. Itu sebabnya harga perak sering mengikuti jejak emas.

“Tanpa kenaikan harga emas yang bersamaan, keuntungan perak mungkin bersifat sementara. Perspektif ini menyoroti pentingnya kinerja emas dalam mendorong tren pasar perak,” paparnya.

Menggabungkan wawasan ini, jelas bahwa meskipun perak saat ini mengalami stabilitas harga, trajektori masa depannya sangat terkait dengan faktor ekonomi yang lebih luas dan kinerja emas.

“Investor harus memantau keputusan kebijakan Federal Reserve AS dan tren pasar emas untuk lebih memahami potensi pergerakan perak,” terang Regen.

Minyak (USO)

Perkembangan terbaru di pasar minyak yang menarik untuk disimak tentunya interaksi kompleks antara gangguan pasokan dan kekhawatiran permintaan.

Harga minyak tetap stabil meskipun ada gangguan pasokan yang disebabkan oleh Badai Tropis Francine. Badai itu menyebabkan penutupan beberapa pelabuhan AS dan penghentian platform produksi lepas pantai oleh perusahaan besar seperti Exxon Mobil dan Chevron.

“Namun, masalah pasokan ini diimbangi oleh prospek permintaan yang lebih lemah, terutama dari Tiongkok, di mana tantangan ekonomi terus menekan permintaan,” ujarnya.

Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) juga telah merevisi perkiraan pertumbuhan permintaan minyak globalnya ke bawah, yang semakin berkontribusi pada sentimen pasar yang lesu.

Laporan terbaru menunjukkan harga minyak mengalami rebound setelah penurunan signifikan, dipicu oleh kekhawatiran permintaan global.

Penurunan awal didorong oleh ketakutan akan melemahnya permintaan, terutama dari ekonomi besar seperti Tiongkok dan AS. Namun pasar melihat pemulihan, saat para pedagang menyesuaikan posisi mereka dengan mempertimbangkan potensi gangguan pasokan untuk memperketat pasar.

Laporan tersebut juga mencatat soal ketegangan geopolitik dan perubahan produksi terkait cuaca turut memberikan dukungan pada harga minyak dalam jangka pendek.

“Meskipun ada rebound, prospek keseluruhan tetap hati-hati, dengan revisi ke bawah OPEC terhadap pertumbuhan permintaan menambah ketidakpastian,” papar Regen.

Menggabungkan informasi tersebut, jelas pasar minyak saat ini sedang menavigasi keseimbangan yang rumit antara gangguan pasokan dan ketidakpastian permintaan.

Meskipun masalah pasokan seperti Badai Tropis Francine dapat memberikan dukungan jangka pendek pada harga, namun prospek permintaan yang lebih luas, dipengaruhi oleh kondisi ekonomi di pasar utama.

“Hal itu terus membebani trajektori masa depan pasar,” tandasnya.

*Quotient Fund Indonesia adalah perusahaan konsulting keuangan global, berkantor pusat di Quotient Center Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dan dapat dihubungi di hotline 0811-1094-489

Pos terkait

Tinggalkan Balasan