Qnews.co.id, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi komoditas gula yang terjadi di lingkungan Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2016.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qodar saat konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (29/10) menyampaikan bahwa Tom Lembong merupakan salah satu dari dua saksi yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
“Yang bersangkutan melakukan tindak pidana korupsi. Adapun kedua tersangka ialah pertama adalah TTL selaku Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015–2016,” kata Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
Kemudian tersangka kedua berinisial CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015–2016.
“Kedua, tersangka atas nama CS (Charles Sitorus) selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT PPI periode 2015-2016,” imbuhnya.
Untuk kebutuhan penyidikan, keduanya telah dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Kejagung dan di Kejari Jaksel.
Qohar mengungkapkan keterlibatan Tom Lembong dalam kasus itu bermula pada tahun 2015. Saat rapat koordinasi antarkementerian disimpulkan bahwa Indonesia tengah mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu melakukan impor gula.
Uniknya, di tahun yang sama, Tom Lembong selaku Mendag justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP.
“Saudara TTL diketahui telah memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP,” terang Qohar.
Menurut Qohar, importasi justru dilakukan saat Indonesia sedang mengalami surplus gula. Selanjutnya gula kristal hasil import tersebut diolah menjadi gula kristal putih.
Aturan terkait impor gula kristal putih seharusnya hanya boleh dilakukan oleh BUMN, namun Tom Lembong telah mengizinkan PT AP.
Menurut Qohar, impor gula kristal mentah itu ternyata tidak melalui rapat koordinasi instansi terkait dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.
Lalu di Desember 2015, Kemenko Perekonomian sempat menggelar rapat yang salah satunya membahas potensi Indonesia akan kekurangan gula kristal putih pada 2016. DS selaku Direktur Pengembangan Bisnis Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), kata Qohar, memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Seperti biasa, untuk mengatasi kekurangan gula, yang diimpor seharusnya adalah gula kristal putih. Hanya saja, impor yang dilakukan adalah gula kristal mentah. Setelah itu, gula kristal mentah diolah kembali oleh perusahaan yang hanya memiliki izin mengelola gula kristal rafinasi.
Setelah gula diolah, PT PPI seolah-olah melakukan pembelian gula tersebut. Padalah, delapan perusahaan kemudian menjual gula tersebut ke masyarakat dengan harga Rp16 ribu, dimana harganya lebih tinggi dari HET saat itu, sebesar Rp13 ribu.
“PT. PPI mendapatkan fee dari 8 perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogramnya,” ucapnya.
Qohar menjelaskan PT PPI telah mendapatkan fee dari perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tersebut. Atas perbuatan keduanya, negara telah dirugikan sebesar Rp400 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2021 jo. Undang Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Sebagai informasi, terkuaknya kasus ini bermula pada Oktober 2023 ketika Kemendag diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah, yang ditujukan untuk diolah menjadi gula kristal putih kepada pihak-pihak yang diduga berwenang.
Selain itu, Kemendag diduga telah memberikan izin importasi yang melebihi batas kuota maksimal yang dibutuhkan oleh pemerintah.