Qnews.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) masih fokus melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap beberapa tersangka dalam kasus pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad, Arif Nuryanta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar mengatakan, pemeriksaan tersebut ditujukan untuk mengetahui skema aliran dana termasuk melakukan penyitaan berbagai barang bukti.
“Sedang berproses termasuk penyitaan terhadap barang bukti dan aliran dana,” kata Harli Siregar, Senin (21/4/2025).
Sebagai informasi, sejauh ini sudah ada 8 tersangka yang dijerat penyidik Kejagung. Dari pihak pemberi suap, yakni dua pengacara Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso serta pihak legal Wilmar Group, Muhammad Syafei. Dalam perkara CPO, ada tiga terdakwa korporasi, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Sementara untuk pihak penerima suap ada 4 tersangka yakni Muhammad Arif Nuryanta (mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Wahyu Gunawan (mantan Panitera Muda PN Jakpus) serta majelis hakim yang menyidangkan korporasi terdakwa CPO: Djuyamto, Agam Syarif, dan Ali Muhtarom.
Besaran uang suap yang diketahui sejauh ini adalah Rp 60 miliar. Uang itu dibagi-bagikan oleh Arif kepada ketiga majelis hakim serta untuk upah Wahyu Gunawan.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan ini bermula dari keanehan yang dirasakan pihaknya saat menyidangkan kasus CPO. Jaksa meyakini ada kerugian Rp 18 triliun imbas kasus tersebut.
Dalam kasus CPO ini, sudah ada lima orang yang diproses. Kelimanya sudah divonis bersalah dengan hukuman rata-rata 5-8 tahun pidana penjara. Mereka termasuk mantan Dirjen Daglu Kemendag, Indra Sari Wisnu Wardhana; hingga Lin Che Wei.
Dalam putusan MA, kelima terpidana tidak dibebani uang pengganti sebesar Rp 6,47 triliun. Untuk menindaklanjuti Putusan MA dalam rangka pengembalian kerugian negara, recovery asset, maka Kejaksaan Agung melakukan penetapan tiga group korporasi menjadi tersangka.
Adapun tiga group korporasi menjadi terdakwa yaitu: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Kejagung kemudian menuntut ketiganya membayar denda dan uang pengganti.
Rinciannya: PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619; Permata Hijau Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26; Musim Mas Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1.
Namun, Majelis Hakim menjatuhkan vonis lepas kepada ketiga terdakwa korporasi pada 19 Maret 2025. Ketiga grup tersebut dinyatakan terbukti sebagaimana dakwaan. Namun hakim menilai bukan suatu tindakan pidana atau ontslag van alle recht vervolging.