Qnews.co.id – LQ Indonesia Lawfirm menyesalkan keputusan Komisi Yudisial (KY) yang menolak laporannya terkait pelanggaran kode etik atau pedoman perilaku hakim yang dilakukan tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).
Alasan KY menolak laporan lembaga hukum besutan mendiang Alvin Lim itu bahwa substansi laporan tetsebut merupakan wilayah kemandirian hakim.
Adapun nama ketiga hakim tersebut diantaranya, Hakim Ketua, Mohammad Indarto, Hakim Anggota I, Doddy Hendrasakti dan Hakim Anggota II, Ni Made Purnami. Laporan tersebut telah teregister dengan Perkara Nomor: 142/Pdt.G/2024/PN. JKT.TIM, yang dilayangkan pada 3 Oktober 2024.
Advokat LQ Indonesia Lawfirm, Alkausar Akbar mencium bau tak sedap dengan keputusan KY yang menolak laporan kliennya R. Lutfi Bin Ali Altway. Pasalnya, laporan tersebut sudah sesuai dengan Mahkamah Agung dan KY tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Laporan kami yaitu Laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim/Majelis Hakim dalam Perkara Nomor: 142/Pdt.G/2024/PN. JKT. TIM sudah sesuai substansinya dengan Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,” kata Akbar dalam keterangannya, Rabu (15/1/2025).
Sementara itu, advokat LQ Indonesia Lawfirm, Elly Susanti mengatakan, bahwa ketiga hakim PN Jaktim tersebut dalam memutuskan perkara kliennya tersebut terkesan tidak adil. Sebab, putusan tersebut tidak mempertimbangkan alat bukti milik kliennya tersebut.
“Sebagai terlapor pada laporan kami ke Komisi Yudisial, tidak pernah mempertimbangkan alat bukti klien kami pada perkara tersebut.
Advokat Alkausar Akbar menilai alat bukti klien kami,” ujarnya.
Adapun alat bukti tersebut, seperti Surat Eigendom Verponding dengan No. 8923 sisa atas nama Sech Abdullah bin Awab Atoeway diberi tanda T1-1, Asli Surat Dinas Perumahan Nomor: 1719/1.711.3 tanggal 3 November 1993, diberi tanda T1-3; Fotokopi Surat Dinas Perumahan Nomor: 1214/1.711.9 tanggal 28 Januari 1999 diberi tanda T1-6; Fotokopi surat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta Nomor: 3038/600.18-31/X/2014 tanggal 28 Oktober 2014 diberi tanda T1-7.
Kemudian, Fotokopi surat keterangan dari Rukun Tetangga 001 / Rukun Warga 04 Nomor: 001/KET/001-04/XII/14 tanggal 19 Desember 2014, diberi tanda T1-8; Fotokopi surat keterangan dari Rukun Tetangga 001 / Rukun Warga 004 Nomor: 001/KET/001-04/V/14 tanggal 26 Mei 2014, diberi tanda T1-9.
Elly menuturkan semua alat bukti ini tidak pernah ada didalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 480/PDT.G.1992/PN.JKT.Pst dan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 345/PDT/1995/PT.DKI.
“Semua alat bukti tidak mempertimbangkan alat bukti klien kami dan itu merupakan tindakan yang tidak professional,” ucapnya.
Menurut Elly, sejak awal persidangan, Majelis Hakim PN Jaktim dalam memeriksa perkara nomor: 142/Pdt.G/2024/PN JKT.TIM, tidak memperhatikan asas-asas umum tempat pengajuan gugatan.
Di dalam asas tersebut dikatakan kalau gugatan itu tentang benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terletak benda tidak bergerak itu.
Pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor: 142/Pdt.G/2024/PN JKT.TIM tertanggal 5 September 2024 menyatakan klien kami adalah sebagai pemegang hak yang sah atas Tanah dan bangunan di Jl. Pecenongan 40, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 1444/KEBON KELAPA seluas 3120 m2, Surat Ukur No. 875/1986 tanggal 30 Desember 1986 atas nama Perseroan Terbatas PT. Multi Aneka Sarana (PENGGUGAT) atau setempat dikenal dengan Jl. Pecenongan 40, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat,” terangnya.
Kalau dilihat secara gramatikal dari Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tersebut mengadili terkait objek sengketa benda tidak bergerak yaitu Tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Pecenongan Nomor 40, Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat yang seharusnya PENGGUGAT mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Namun Majelis Hakim dalam memeriksa perkara nomor: 142/Pdt.G/2024/PN JKT.TIM tetap mengadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur,” sambungnya.
Elly menilai tindakan Majelis Hakim tersebut yang mengadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur merupakan tindakan yang tidak professional sebagaimana diatur pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim/Majelis Hakim.
Alkausar Akbar menambahkan professional diatur didalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dimana di dalam Pasal 14 ayat (1) peraturan tersebut berbunyi: professional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas.
“Jadi, sudah sangat jelas Komisi Yudisial tidak boleh, tidak menerima Laporan kami atas alasan kemandirian hakim, karena alasan yang sudah kami jabarkan tertuang di dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,” tandasnya.
Tentang LQ Indonesia Lawfirm adalah firma hukum terdepan dalam menangani kasus-kasus besar di Indonesia. LQ Indonesia Lawfirm beralamat di Jalan Raya Pasar Jum’at Nomor 38,C,D,E, RT 009 / RW 007, Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi LQ Indonesia Lawfirm Cabang Jakarta Selatan, nomor Hotline: +62 811-1023-489, 08111224489.