Maraknya Alih Fungsi Lahan Pertanian, Pengamat: Prabowo Harus Kendalikan

Ilustrasi - Areal sawah. Foto: ANTARA

Qnews.co.id, JAKARTA – Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengingatkan pemerintahan Prabowo-Gibran agar mengendalikan alih fungsi (konversi) lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian.

Hal itu sangat diperlukan jika pemerintahan baru ingin mewujudkan impian swasembada pangan. Pemerintah, kata Khudori, harus memperkuat regulasi demi melindungi lahan sawah dari alih fungsi seperti yang sekarang ini marak terjadi.

Bacaan Lainnya

“Pak Prabowo harus mempertahankan lahan sawah ini. Bagaimana caranya, perlu regulasi yang memproteksi lahan pertanian supaya tidak dikonversi,” ujar Khudori di Jakarta, Selasa (16/10).

Khudori mengingatkan bahwa sejatinya Indonesia telah memiliki dua undang-undang yang secara tegas mengatur perlindungan lahan pertanian. Aturan tersebut meliputi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan UU Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan.

Kedua undang-undang itu, menurut Khudori, secara tegas telah membatasi konversi lahan pertanian, utamanya lahan sawah yang telah dilengkapi irigasi.

Hanya saja, seiring lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja, sejumlah aturan yang melindungi lahan pertanian justru dihilangkan. Hal itu, kata Khudori, akan mempercepat terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian.

“Konversi boleh, tetapi syaratnya harus sangat sangat ketat. Kalau dilanggar, sanksinya berat,” pinta Khudori.

Khudori mengingatkan tentang pentingnya proteksi lahan pertanian pangan. Kebijakan itu harus segera dilakukan, mengingat produksi beras nasional cenderung turun dalam lima tahun terakhir ini.

Selain gagal panen akibat serangan hama dan penyakit, bencana alam akibat perubahan iklim hingga fenomena El Nino menjadi ancaman nyata di sektor pertanian.

“Penurunan produksi beras juga diakibatkan oleh kian berkurangnya lahan pertanian pangan,” terangnya.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional telah merosot dari 31,42 juta ton pada 2018 menjadi 31,31 juta ton di tahun 2019.

Produksi beras pada 2020 yang telah mencapai 31,36 juta ton, juga sempat turun di tahun 2021 menjadi 31,33 juta ton.

“Dan meskipun produksi naik 31,54 juta ton pada 2022, produksi 2023 kembali turun menjadi 31,10 juta ton,” paparnya.

Sementara itu, menukil data Kementerian Pertanian pada 2020, selama kurun waktu lima tahun (2015-2019), ternyata ditemukan adanya pengurangan luas lahan sawah pertanian dari 8,09 juta hektare (2015), menjadi 7,46 hektare pada 2019.

Belum lagi data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada 2022 menunjukkan rata-rata konversi lahan sawah menjadi nonsawah di Indonesia telah mencapai 100.000 hekare hingga 150.000 hektare per tahunnya.

Di saat yang bersamaan, swasembada pangan menjadi salah satu ambisi besar dalam program Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.

Sejumlah program kerja yang akan dilakukan untuk mencapai swasembada pangan, di antaranya menjalankan agenda Reformasi Agraria untuk memperbaiki kesejahteraan petani dalam arti luas, juga mendukung peningkatan produksi di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan kelautan.

Kemudian, melakukan revitalisasi dan membangun sebagian besar hutan yang rusak dan tidak termanfaatkan menjadi lahan untuk aren, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorgum, kelapa, dan bahan baku bioetanol lainnya dengan sistem tumpang sari.

Harapannya semua itu untuk mendukung pencapaian kedaulatan energi nasional dan menciptakan jutaan lapangan kerja baru.

Tak berhenti disitu, Prabowo-Gibran juga ingin meningkatkan produktivitas pertanian melalui peningkatan sarana prasarana pendukung pertanian rakyat, mekanisasi pertanian, teknologi pangan terpadu, memperbaiki tata kelola rantai nilai hasil pertanian hingga hadirnya inovasi digital (digital farming).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan