Qnews.co.id, JAKARTA – Analis Quotient Fund Indonesia Regen Lee memaparkan kabar terbaru dari Rusia yang saat ini sedang berkumpul dengan negara BRICS lainnya. Dalam waktu dekat mereka berencana mendirikan bursa logam mulia internasional.
Tujuannya untuk memastikan harga yang wajar dan meningkatkan perdagangan antarnegara anggota BRICS, menurut Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov.
“Prakarsa itu disorot dalam pertemuan BRICS di Kazan – Rusia, di mana para pemimpin tengah mencari alternatif untuk infrastruktur keuangan Barat yang saat ini menyumbang sebagian besar ekonomi global,” kata Regen kepada Qnews.co.id di Jakarta, Jumat (25/10).
Bursa yang diusulkan itu akan menciptakan indikator harga, standar produksi, dan mekanisme akreditasi, serta memposisikan diri sebagai pesaing platform Barat semisal London Metal Exchange.
Langkah itu, beber Regen, dipandang sebagai cara ampuh untuk melindungi perdagangan dari sanksi yang dialami oleh anggota BRICS, khususnya Rusia dan Iran.
“Keduanya merupakan produsen utama logam mulia, bersama sejumlah perusahaan besar seperti Nornickel dan Polyus, dan sanksi Barat turut memengaruhi operasi mereka,” ujarnya.
Sementara itu, harga perak (SLV) alami rebound pada Kamis (24/10) pasca-aksi jual yang signifikan, mencapai puncak kecil di 34,87, tepat di bawah level resistensi utama 35,40.
Penurunan di bawah 33,42 akan mengonfirmasi puncak kecil dan menyebabkan peningkatan tekanan jual menuju level support di 32,52. Dan pasar secara keseluruhan tetap tren bullish.
Kemunduran dolar dari tertinggi baru-baru ini, disertai komentar pejabat Federal Reserve yang menyarankan pendekatan bertahap terhadap penurunan suku bunga, telah memengaruhi pola perdagangan, utamanya dengan melemahnya yen Jepang.
“Sejauh ini, perak terus didukung oleh permintaan institusional yang kuat dan pembelian signifikan dari bank sentral, terutama akibat ketegangan geopolitik yang memanas jelang pemilihan presiden AS,” paparnya.
Meskipun ada kekhawatiran tentang keberlanjutan reli baru-baru ini, kondisi pasar yang menguntungkan menunjukkan potensi pertumbuhan harga yang berkelanjutan. Syaratnya, selama perak tetap di atas level support utama.
Adapun minyak (USO) pada Agustus 2024, pendapatan ekspor Arab Saudi telah turun 15,5% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai $17,4 miliar. Itu merupakan level terendah dalam tiga tahun, terutama karena penurunan harga minyak dan melemahnya permintaan global, khususnya dari Tiongkok.
Pendapatan juga turun 6% dari Juli 2024, karena keseluruhan ekspor barang dagangan turun sebesar 9,8%.
“Hal itu mencerminkan penurunan pangsa minyak dari total ekspor dari 75,1% menjadi 70,3%,” katanya.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan ini, di antaranya kendala pasokan yang berkelanjutan dan kekhawatiran pasar terkait konflik Iran-Israel.
Hanya saja, perkiraan menunjukkan bahwa ekonomi Saudi dapat bangkit kembali pada tahun 2025, dengan proyeksi pertumbuhan 4,4%, karena OPEC+ telah berencana melakukan pembalikan pemotongan produksi yang berpotensi merevitalisasi pendapatan ekspor minyak.
Quotient Fund Indonesia adalah perusahaan consulting keuangan global, berkantor pusat di Quotient Center Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dan dapat dihubungi di hotline 0811-1094-489