Qnews.co.id, JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan LBH Pers mengecam tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak yang dilakukan oleh Voice of America (VoA) Indonesia terhadap jurnalisnya, Sasmito Madrim.
PHK yang terjadi, tidak hanya melanggar prinsip keadilan dan hak-hak pekerja, namun juga mengancam kebebasan pers yang merupakan pilar keempat demokrasi.
Sebagai informasi, Sasmito telah bekerja sebagai jurnalis di VoA Indonesia untuk kurun waktu lebih dari 5 tahun. Terhitung pada Juli 2018 hingga Mei 2024.
Ia menerima pemberitahuan PHK melalui email yang menyatakan berakhirnya hubungan kerja secara sepihak. PHK dilakukan tanpa adanya proses yang transparan atau kesempatan untuk membela diri.
PHK telah dilakukan tanpa adanya kesepakatan dari Sasmito sebagai pekerja. VoA juga tidak memberikan hak pesangon sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PHK sepihak itu bukan satu-satunya pelanggaran ketenagakerjaan yang dialami Sasmito. Selama bekerja, Sasmito ternyata tidak pernah menerima hak-hak normatif yang diatur dalam undang-undang seperti Tunjangan Hari Raya (THR) serta BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan.
Pelanggaran lain yang belakangan terungkap adalah status kerja Sasmito, di mana hingga 5 tahun lebih bekerja untuk VoA Indonesia, jenis perjanjian kerjanya hanya berupa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Pengacara LBH Pers Gema Gita Persada saat konferensi pers di Sekretariat AJI Indonesia, Jakarta, Kamis (10/10) menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran hak ketenagakerjaan. Pasalnya hal itu termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat hingga aturan yang menyebut perjanjian kerja waktu tertentu dibuat paling lama 5 (lima) tahun.
Dengan masa kerja lebih dari 5 tahun, Sasmito seharusnya memiliki status sebagai pekerja tetap. Untuk itu, ia bisa mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja tetap sebagaimana diatur pada peraturan perundang-undangan.
Hal itu, kata Gema, juga diperkuat dengan ketentuan pada Pasal 59 Ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep.233/Men/2003 yang menyebut pekerjaan di bidang media massa tidak bisa menggunakan PKWT secara terus-menerus.
Di kasus ini, VoA Indonesia bukan hanya melakukan pengabaian terhadap aturan ketenagakerjaan, namun telah melanggar hak atas pekerjaan sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM).
Menurut Gema, PHK sepihak patut diduga sebagai reaksi VoA Indonesia terhadap keberpihakan serta kerja-kerja advokasi yang dilakukan Sasmito secara konsisten selama menjabat Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia periode 2021-2024.
“Perbedaan sikap melihat sejumlah isu dijadikan sebagai salah satu alasan dilakukannya PHK sepihak terhadap Sasmito,” papar Gema di Jakarta, Kamis (10/10).
Atas pelanggaran hak ketenagakerjaan tersebut, Sasmito didampingi LBH Pers, melakukan upaya mediasi. Saat ini, penyelesaian sengketa ketenagakerjaannya telah melewati proses tripartit di Suku Dinas Ketenagakerjaan Kota Administrasi Jakarta Pusat.
“Adapun proses tripartit menghasilkan anjuran yang memerintahkan VoA Indonesia membayarkan seluruh hak-hak yang menjadi tuntutan Sasmito,” ujar Gema.
LBH Pers juga menyesalkan ketidakpatuhan VoA Indonesia dalam menghadiri mediasi yang difasilitasi oleh Suku Dinas Tenaga Kerja. Karena itu, ketidakhadiran VoA Indonesia yang telah diundang secara patut merupakan bentuk pengabaian terhadap penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
“Dengan ini kami somasi VoA Indonesia bila anjuran Sudinaker Jakarta Pusat tidak segera dipenuhi dalam waktu 3×24 jam,” tegas Gema.
Ketua Divisi Ketenagakerjaan AJI Jakarta Caesar Akbar menegaskan Sasmito selama bertugas sebagai jurnalis VoA Indonesia telah melakukan kerja-kerja jurnalistik secara baik. Dalam hal pemenuhan kode etik dan kode perilaku, Sasmito merupakan anggota AJI yang terikat dengan kode etik dan kode perilaku AJI yang bila dilanggar akan ditindak melalui prosedur organisasi.
Sejauh ini, AJI tidak pernah menemukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yang dilakukan oleh Sasmito. Karena itu, AJI Jakarta memastikan untuk mendampingi Sasmito dalam memperjuangkan hak-haknya.
“Kami meminta VoA segera memenuhi hak-hak Sasmito sesuai peraturan perundangan. Karena meskipun kantornya di AS, perusahaan yang beroperasi di Indonesia terikat dengan aturan di Indonesia,” jelasnya.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia Edi Faisol menegaskan, kasus PHK sepihak yang dialami Sasmito merupakan bukti ironi bahwa jurnalis di media media Amerika yang disebut negara demokrasi ternyata menghambat kebebasan berekspresi.
“Kasus Sasmito merupakan bukti hubungan kerja yang tak sesuai dengan aturan dari negara tempat VoA memproduksi berita,” tegasnya.
Edi menambahkan, “VoA tak memberikan hak normatif berupa upah pokok, BPJS, maupun asuransi lain termasuk tunjangan hari raya (THR).”
Hal itu, ujar Edi, membuktikan konsep kemitraan hubungan kerja dengan sistem membayar upah berdasarkan jumlah berita ternyata justru merugikan. Bahkan hasil survei AJI Indonesia dalam bukunya “Eksploitasi Jurnalis Lepas Industri Media di Indonesia” (September 2023) menunjukkan banyak media asing yang telah merugikan Jurnalis Indonesia.
Kasus ini akan menjadi catatan AJI Indonesia untuk dilaporkan ke Internasional Federation of Journalists (IFJ). AJI Indonesia juga minta tanggung jawab manajemen VoA untuk menyelesaikan kasus ini sesuai aturan yang berlaku.
Selanjutnya, ungkap Edi, organisasi atau koalisi advokasi pendamping Sasmito mendesak agar VoA Indonesia mematuhi anjuran yang dikeluarkan oleh Suku Dinas Tenaga Kerja. Juga perlu memastikan bahwa semua hak-hak pekerja telah dipenuhi.