Qnews.co.id, JAKARTA – Mengejutkan, perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang. Hal itu merupakan hasil dari putusan sidang dengan perkara bernomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Keputusan itu dibacakan pada hari Senin (21/10) di ruang sidang R.H. Purwoto Suhadi Gandasubrata,S.H. Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua Muhammad Ansar Majid.
Kisruh ini bermula pada Januari 2022. Saat itu Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, yang mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Dalam putusannya Pengadilan Niaga Kota Semarang mengabulkan gugatan PKPU terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya.
Lalu seiring berjalannya waktu, PT Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon yang merupakan salah satu kreditur. Gugatan dilayangkan karena Sritex dianggap tidak memenuhi kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati sebelumnya.
Sebelumnya, PT Sritex sempat dikabarkan bangkrut karena menghadapi banyak tekanan seiring lesunya permintaan.
Menepis hal itu, Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Textile Tbk. atau Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto mengungkapkan jika perusahaannya sedang menerapkan efisiensi tingkat tinggi.
Saat pemaparan umum kepada publik untuk menjelaskan terkait kinerja perusahaan (public expose) di Pura Mangkunegaran Solo, Jawa Tengah, Iwan Kurniawan pada Sabtu (29/6) malam, menyampaikan kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) saat ini, termasuk Sritex dalamnya, masih baik-baik saja.
Pada kesempatan itu, Iwan menepis isu yang sempat beredar yang menyebut perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu telah bangkrut.
Produsen seragam militer
Sejak 1994, Sritex dikenal sebagai produsen seragam militer terbaik di dunia. Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) hingga pasukan dari sejumlah negara telah memesan pakaian seragam dari PT Sritex.
Dalam produksinya, perusahaan ini telah memiliki lebih dari 300 ribu desain kain, termasuk enam desain pakaian militer yang telah dipatenkan.
Kapasitas produksi PT Sritex ternyata tidak hanya terbatas pada dunia seragam militer, namun juga mencakup perlengkapan militer untuk 33 negara di seluruh dunia. Sehingga secara keseluruhan, Sritex telah melayani lebih dari 100 negara di dunia.
Perusahaan itu diketahui mengalihkan sebagian produksinya sebagai bentuk strategi bertahan di kala pandemi pada tahun 2020. Mereka lalu memproduksi dan mendistribusikan 45 juta masker kain ke mitra kerjanya di seluruh dunia.
Namun dampak pandemi sepertinya belum usai hingga saat ini. Pasalnya, dunia industri tekstil Indonesia secara umum mengalami tekanan yang cukup besar akibat berbagai perubahan dalam waktu cepat.
Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan mengungkapkan bahwa Sritex pernah berjaya pada masanya.
“Sritex perusahaan bonafide. Kalau tidak, kan tidak mungkin masuk bursa. Kita tahu, tidak semua perusahaan tekstil bisa masuk ke bursa saham,” kata Lilik, dikutip dari VOA Indonesia, Senin (1/7).
Lilik menambahkan, “Kalau Sritex masuk pasar bursa saham berarti sudah mendapat pengakuan, baik dari pemerintah, organisasi, lembaga keuangan, dan sebagainya.”
Kini, ditengah keterpurukan akibat banjirnya produk impor, Iwan Lukminto berharap pemerintah bisa turun tangan mengatasi keterpurukan industri tekstil dan produk tekstil saat ini. Pasalnya, kata Iwan, hanya respons cepat pemerintah yang bisa mengatasi atau membantu industri padat karya ini bisa bangkit kembali.
“Kami sudah menyuarakan ini dari dua tahun lalu, tapi juga baru direspons. Ya apa boleh buat, pabrik-pabrik yang sudah telanjur tutup itu tidak akan bisa beroperasi lagi. Itu sayang sekali,” terangnya.
Rugi Rp235 Miliar di Kuartal I-2024
Laporan keuangan yang disampaikan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritel (PT Sritex) kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (28/6/2024), tercatat mengalami rugi bersih pada tiga bulan pertama tahun 2024 akibat tekanan di industri tekstil.
PT Sritex mencatat rugi bersih sebesar USD14,8 juta pada kuartal I-2024 (Januari-Maret) atau setara Rp235 miliar. Kerugian itu lebih tinggi 61 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu, sebesar USD9,2 juta.
Kerugian terjadi akibat angka penjualan perseroan yang anjlok 10 persen dari USD87 juta menjadi USD78 juta. Sementara beban pokok penjualan justru mengalami kenaikan 6 persen dari USD82 juta menjadi USD87 juta.
Adapun arus kas perseroan pada kuartal I-2024 juga negatif USD145 ribu, padahal pada kuartal yang sama di tahun sebelumnya (2023) masih positif USD4 juta.
Dengan demikian, kerugian yang dialami PT Sritex awal tahun ini membuat akumulasi rugi perseroan membengkak. Per 31 Maret 2024, saldo laba Sritex defisit mencapai USD1,18 miliar.
Selain itu, posisi utang berbunga Sritex juga tercatat masih sangat tinggi yakni mencapai USD1,2 miliar. Padahal, ekuitas perseroan negatif USD969 juta.
Direktur Keuangan PT Sritex Welly Salam sebelumnya menyebutkan, kondisi perusahaan merosot sejak pandemi Covid-19. Sementara itu di pasar ekspor, permintaan tekstil secara global mengalami penurunan akibat inflasi dan kondisi geopolitik.
“Saat ini, masyarakat global lebih mengutamakan kebutuhan untuk pangan dan energi ketimbang tekstil,” ujarnya.
Sementara di dalam negeri, impor pakaian ilegal marak terjadi akibat oversupply dari China. Situasi itu membuat produsen tekstil domestik, termasuk PT Sritex tidak mampu bersaing karena harganya yang kian tak kompetitif.