Qnews.co.id – Kuasa hukum Ngarijan Salim, Ronny Lesmana, menyuarakan harapan agar Mahkamah Agung dan pemerintah memberi perhatian khusus terhadap nasib kliennya yang kini menjalani hukuman di usia 82 tahun.
Dalam keterangannya, Ronny menyebut Ngarijan adalah korban kriminalisasi akibat dugaan manipulasi nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dilakukan oknum pejabat di daerah.
”Pak Ngarijan bukan pelaku kejahatan. Ia adalah seorang kakek, warga negara biasa yang tak memiliki niat jahat (mens rea) untuk memperkaya diri. Beliau hanya menjadi korban dari rekayasa yang dilakukan oleh pihak lain,” ujar Ronny, Rabu (6/8/2025) melalui keterangan tertulisnya.
Kasus ini bermula dari perubahan nilai PBB atas tanah milik Ngarijan Salim di Kabupaten Deli Serdang yang diduga dimanipulasi oleh Drs. H. Edy Zakwan, M.M., mantan Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan pada Badan Pendapatan Daerah setempat. Edy Zakwan sendiri kini telah menjalani hukuman atas perbuatannya tersebut.
Ronny menegaskan bahwa potensi kerugian negara sebesar Rp1,27 miliar yang menjadi dasar hukum terhadap kliennya, sejatinya telah diselesaikan.
“Uang tersebut telah diserahkan oleh pembeli tanah, Sdr. Phoenix, kepada jaksa penyidik di Kejaksaan Negeri Deli Serdang. Artinya, tidak ada lagi kerugian negara dalam kasus ini,” ungkapnya.
Namun demikian, Ngarijan tetap divonis bersalah dan kini menjalani hukuman. “Kami sangat prihatin. Di usia senja, di saat semestinya seseorang menikmati masa tua dengan damai bersama keluarga, Pak Ngarijan justru harus menghabiskan hari-harinya di balik jeruji,” tutur Ronny.
Ajakan Mengetuk Nurani
Atas dasar itu, pihak kuasa hukum mengajukan dua permintaan penting dengan penuh empati dan harapan. Pertama, kepada Mahkamah Agung agar menjadikan keadilan substantif sebagai prioritas dalam menilai perkara ini.
“Kami mengetuk hati nurani para hakim agung untuk memberi pertimbangan khusus terhadap usia lanjut dan kondisi Pak Ngarijan dalam putusan yang akan dijatuhkan. Beliau bukan koruptor, beliau korban,” tegas Ronny.
Kedua, kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Ronny berharap adanya kebijakan kemanusiaan seperti pemberian amnesti atau abolisi, mengingat tidak ada lagi kerugian negara serta fakta bahwa pelaku utama dalam perkara ini telah divonis.
“Kami percaya pemerintah saat ini memiliki visi besar dalam reformasi hukum. Dan kasus Pak Ngarijan bisa menjadi momentum untuk menunjukkan bahwa negara tidak abai terhadap keadilan yang berpihak kepada rakyat kecil,” tambahnya.
Keadilan yang Menyentuh Rasa Kemanusiaan
Ronny mengakui bahwa proses hukum harus dihormati. Namun, menurutnya, hukum tidak semata-mata soal teks undang-undang, melainkan juga harus menyentuh rasa keadilan yang hidup di tengah masyarakat.
“Tidak ada lagi alasan logis menahan seorang lansia 82 tahun yang jelas-jelas bukan pelaku utama dan tak menimbulkan kerugian negara. Kalau bukan karena hati nurani yang tertutup, lalu apa?” tutupnya.
Kasus Ngarijan Salim kembali mengundang perhatian publik karena menyentuh sisi paling dalam dari keadilan: kemanusiaan. Apakah hukum di Indonesia mampu melihat dengan mata hati, atau terus terjebak dalam prosedur tanpa jiwa — menjadi pertanyaan besar yang kini menunggu jawaban.(*)