Nomor Urut Paslon Tak Beri Pengaruh, Gimik Politik Lebih Dominan

Pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur (cagub-cawagub) DKI Jakarta Ridwan Kamil dan Suswono tiba di Kantor KPU DKI Jakarta, Jalan Salemba Raya, Senen, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024). Foto: ANTARA

Qnews.co.id, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah di seluruh wilayah Indonesia telah menggelar pengundian nomor urut pasangan calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) yang akan berlaga di Pilkada 2024.

Di Jakarta misalnya, pasangan Ridwan Kamil-Suswono mendapat nomor urut satu (1), lalu pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana mendapatkan nomor urut dua (2), dan pasangan Pramono Anung-Rano Karno alias Si Doel mendapatkan nomor urut tiga (3).

Bacaan Lainnya

Kemudian di Jawa Timur, pasangan petahana Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak nomor urut dua (2), pasangan Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta mendapat nomor urut tiga (3), dan pasangan Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim mendapat nomor urut satu (1).

Nomor urut biasanya juga akan menjadi jargon atau slogan juga simbol-simbol saat kampanye untuk menjadi identitas paslon.

Lalu, apakah nomor urut paslon memiliki pengaruh untuk menggaet pemilih dan meraup suara di Pilkada Serentak?

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebut nomor urut paslon tak memiliki pengaruh apapun. Bahkan, kata dia, nomor urut hanya sekadar menjadi penanda di kertas suara.

Dedi mengatakan dari berbagai survei, termasuk yang dilakukan IPO, tak pernah ada bukti konkret soal pengaruh nomor urut terhadap kemenangan paslon.

“Jadi hanya berkaitan dengan memudahkan orang untuk menentukan pilihan. Bahkan seandainya pun tidak ada nomor urut sekalipun, karena pemilihan kita memilih secara langsung maka orang dan foto sebenarnya itu sudah cukup,” kata Dedi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (23/9).

Dedi menyebut yang menjadi salah satu poin dalam gelaran Pilkada adalah popularitas paslon. Karenanya, jikapun paslon mendapat nomor urut satu tapi tak memiliki popularitas, maka itu tak ada artinya.

“Dalam catatan Pilkada di Indonesia, tidak ada tokoh yang memenangi kontestasi secara mendadak,” ucap dia.

“Artinya tokoh baru datang lalu kemudian hanya mengandalkan kampanye di masa yang diberikan oleh KPU lalu memenangkan kontestasi itu tidak ada di Indonesia, hampir semua yang menang karena faktor memang popularitasnya sudah terbangun,” imbuhnya.

Kata Dedi, nomor urut seorang calon baru akan berdampak pada kontestasi Pileg. Sebab, ada banyak calon yang maju dalam kontestasi tersebut.

Karenanya, dengan nomor urut tersebut bisa memudahkan calon untuk mempromosikan diri. Selain itu, juga bisa memudahkan pemilih untuk memilih calon yang dipilihnya.

“Tetapi dengan konteks Pilkada saya kira tidak banyak berpengaruh bahkan tidak ada pengaruhnya kecuali hanya sebatas penanda di kertas suara semata,” ujarnya.

Senada, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan dalam konteks Pilkada, pengaruh nomor urut dari pasangan calon terbilang minim.

Hal ini berbeda dengan kontestasi Pilpres dan Pileg yang digelar serentak beberapa waktu lalu.

“Kalau dalam konteks Pilkada pengaruhnya minimalis,” kata Agung.

Namun, Agung berpandangan jika tim sukses (timses) paslon bisa mengolah nomor urut itu dengan baik, maka bisa saja menimbulkan dampak pada perolehan suara.

Karenanya, Agung menyebut yang diuji dalam hal ini adalah soal bagaimana kreativitas dari timses masing-masing paslon.

“Karena ini memang akhirnya tergantung kreativitas kandidat untuk mengatur ataupun mengelola setiap nomor urut yang diberikan kepada mereka,” ucap Agung.

“Jadi arahan strategis untuk pengaruhnya seberapa besar atau kecil itu tergantung timses atau tim mereka untuk merespon itu dengan sekreatif mungkin,” sambungnya.

Di sisi lain, Agung menyampaikan yang menjadi faktor penentu kemenangan di Pilkada adalah soal personalitas dari kandidat.

Sebab, kata dia, yang menjadi ujung tombak adalah rekam jejak, visi misi, hingga program yang diusung oleh paslon.

“Jadi citranya, kemudian programnya dan yang ketiga yang paling utama isu-isu yang di sekitar mereka, bagaimana itu dikelola dan bisa menjadi amunisi efektif untuk meningkatkan elektabilitasnya,” katanya dikutip dari CNNIndonesia.com.

Namun, lagi-lagi Agung berpendapat kreativitas dari timses paslon menjadi penting. Alasannya, karena banyak pemilih merupakan kaum milenial dan Gen Z.

“Kreativitas mereka mempersuasi pemilih supaya tertarik memilih mereka, apakah di media sosial, apakah di media online, cetak, elektronik, apakah di darat, blusukan, canvassing, door to door, seperti itu, kreativitas dituntut betul sehingga memberikan ‘wow faktor’ yang oke,” tutur dia.

Sementara itu, Dedi juga menyebut popularitas menjadi kunci bagi paslon untuk bisa memenangkan Pilkada.

Namun, ia mengingatkan popularitas itu tetap harus dibarengi dengan reputasi dari paslon. Sebab, jika hanya bermodalkan popularitas, kemenangan belum tentu bisa digapai.

“Popularitas dengan reputasi yang benar, artinya reputasinya memang sebagai kepala daerah, kemudian punya catatan yang bagus, kemudian reputasi yang baik, ini punya peluang menang kalau hanya mengandalkan popularitas semata tanpa ada reputasi saya kira juga akan sulit,” tandasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan