Qnews.co.id, JAKARTA – Direktur Eksekutit Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengingatkan pekerjaan rumah pemerintahan baru mencakup banyak hal. Baik itu, menyangkut hak-hak sipil dan politik, seperti kebebasan berekspresi yang meyempit hingga hak-hak ekonomi sosial dan budaya yang terampas, seperti dialami oleh masyarakat adat dan komunitas lokal.
“Pemerintahan baru semestinya paham bahwa HAM berlaku universal. Tidak ada hak asasi manusia yang berlaku sempit apalagi sampai harus disesuaikan dengan keinginan penguasa,” ujar Usman dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (20/10).
Jika pemerintahan yang baru serius dengan pernyataan terkait pentingnya Indonesia bebas dari diskriminasi, maka hal itu harus mencakup perlindungan terhadap mereka yang kritis terhadap kebijakan negara.
“Presiden baru harus segera mencabut atau merevisi peraturan yang bermasalah yang kerap digunakan untuk memberangus hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai,” paparnya.
Presiden baru, kata Usman, harus mengambil langkah-langkah efektif untuk memastikan bahwa ancaman, serangan, intimidasi dan pelecehan terhadap pembela HAM, aktivis, serta jurnalis dan kantor media, diselidiki dengan segera, secara menyeluruh, dengan tidak memihak, secara independen, transparan dan efektif. Mereka yang diduga bertanggung jawab atas hal tersebut harus diadili sesuai dengan standar peradilan yang adil.
Belum lagi, persoalan kekerasan aparat, baik itu polisi dan TNI. Pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sangat berat.
“Tapi kalau presiden serius mewujudkan masyarakat tanpa penindasan, seperti dalam pidatonya, maka harus ada akuntabilitas dari kekerasan yang dilakukan oleh aparat,” tegas Usman.
Tentu saja pekerjaan rumah dari negara, papar Usman, juga termasuk mengungkap tuntas pelanggaran HAM berat masa lalu, bahkan jika pelanggaran ini diduga melibatkan orang yang menjabat presiden.
“Pengusutan tuntas kasus pelanggaran HAM masa lalu sangat penting bagi korban,” katanya.
Korban berhak mendapat keadilan. korban juga berhak tahu siapa sebenarnya pelakunya, mengapa pelanggaran HAM itu dilakukan dan motifnya apa.
Yang lebih penting, pengusutan tuntas terhadap pelanggaran HAM berat dan pelakunya dapat mencegah keberulangan di kemudian hari. Lalu ada tindakan tegas dari negara untuk menghukum pelaku dan tidak membiarkannya begitu saja.
“Pengungkapan pelanggaran HAM berat bisa memutus rantai kekerasan yang terjadi di negara ini, karena kekerasan tidak boleh dibiarkan begitu saja,” paparnya.
Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang mampu mewujudkan sesuatu yang mustahil. Menurut Usman, jika pernyataan itu memang disampaikan dengan kesungguhan, maka Prabowo harus berkomitmen untuk mewujudkan keadilan bagi korban.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani menegakkan keadilan. Langkah awal bisa dimulai dengan mendukung proses yudisial kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kasus kekerasan 1965 dan penghilangan paksa.
“Pekerjaan rumah Indonesia di bidang HAM tidak akan pernah selesai sampai negara betul-betul menuntaskannya. Ada proses peradilan yang dijalankan secara independen,” pintanya.
Demokrasi erat kaitannya dengan kebebasan sipil. Karena itu, kualitas demokrasi Indonesia akan menurun ketika publik menyaksikan sejumlah demonstrasi yang mengkritik kebjakan pemerintah dibubarkan atau direspons secara represif oleh aparat keamanan.
Bahkan ketika jurnalis diteror karena memberitakan penggusuran masyarakat adat atau memberitakan kasus korupsi, termasuk ketika kritik terhadap presiden atau pejabat negara lainnya diperkarakan sebagai pencemaran nama baik.
Dalam pidatonya, Prabowo juga menyinggung bahwa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, di mana rakyat harus bebas dari rasa takut, bebas dari kemiskinan, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari penindasan, hingga bebas dari penderitaan.
“Saya pikir Prabowo harus membuktikan terlebih dahulu semua janji yang diucapkan dalam pidato sesuai dengan standar hak asasi manusia yang berlaku secara universal,” tegasnya.
Jika ia mengingingkan Indonesia sebagai bangsa yang bebas dari penderitaan, menurut Usman, itu juga berlaku bagi para korban pelanggaran HAM berat yang berharap keadilan.