Qnews.co.id, JAKARTA – Salah satu Guru Besar Institute Pertanian Bogor (IPB), Prof. Ing Mokoginta yang menjadi korban mafia tanah mengirimkan surat terbuka untuk Presiden Prabowo Subianto meminta keadilan dari pemerintah.
Diketahui, penyerobotan tanah milik Prof. Ing tersebut berada di Kelurahan Gogagoman, Kecamatan Kotamobagu Barat, RT 25, RW 7, Lingkungan IV, Kota Kotamobagu, Manado, Sulawesi Utara (Sulut).
“Surat terbuka ini saya buat untuk Bapak Jenderal TNI Purn Prabowo Subianto selaku Presiden ke-8 Indonesia,” tulis Prof. Ing dalam surat terbuka itu, sebagaimana diterima Qnews.co.id, Minggu (3/2).
“Perkenalkan saya Prof.Ing Mokoginta, sudah berumur 80 Tahun yang dulunya seorang Guru Besar di IPB sekarang menjadi pengemis keadilan,” sambungnya.
Dalam surat itu, Prof. Ing mengaku sudah lelah lantaran sudah tujuh tahun lamanya meminta kalian kepada negara dalam hal ini pemerintah terkait tanah yang diserobat oleh para mafia.
“Saya bersaudara sudah capek 7 Tahun mengemis-ngemis keadilan hanya untuk mempertahankan hak-hak kami. Negara diam saat tanah kami dirampas. Negara diam saat tanah kami dirampok. Negara diam saat hak kami diambil oleh mafia tanah,” ucapnya.
Prof. Ing juga mengaku sudah menempuh berbagai upaya untuk meminta keadilan. Mulai dari Pengadilan Tata Usaha Negara hingga Pengadilan Negeri. Namun, hingga sekarang tak kunjung ada keadilan dan lahanya masih dikuasai oleh mafia tanah.
“Semua lini peradilan sudah kami tempuh dari Pengadilan Tata Usaha Negara sampai Pengadilan Negeri dan hasilnya Pengadilan memenangkan hak kami, namun apa artinya kami tidak mendapatkan kemanfaatan dan keadilannya, kami tidak bisa menguasai tanah tersebut dan kami hanya bisa melihat tanah kami dikuasai oleh mafia tanah,” ujarnya.
Berikut isi surat terbuka Prof. Ing untuk Presiden Prabowo Subianto:
Hingga sekarang kami sudah di tahap Laporan Polisi, 4 Laporan Polisi selama 5 Tahun di Polda Sulut dengan 5 Kapolda tidak bisa memberikan kepastian dan keadilan kepada kami.
2 Tahun lalu tepatnya Agustus 2022 ada secercah harapan kembali muncul, Laporan Polisi Nomor LP / 541 / XII / 2020 / SULUT / SPKT ditarik ke Bareskrim Polri yang ditangani oleh Unit III Subdit II Dittipidum Bareskrim Polri dan Laporan Polisi Nomor LP/460/IX/SULUT/SPKT juga ditarik ke Bareskrim Polri yang ditangani oleh Subdit IV Dittipidum Bareskrim Polri.
Namun itu menjadi awal saya menjadi Pengemis Keadilan di Mabes Polri.
Dengan umur dan kondisi fisik, saya harus berjuang menghadapi ketidakadilan di Bareskrim Polri, begitu banyak alasan yang muncul dari penyidik yang menangani laporan polisi kami.
Penyidik juga Unit III Subdit II Dittipidum mereka beralasan tidak memiliki anggaran untuk keberangkatan karena anggaran belum disetujui, apakah harus dari anggaran pribadi saya baru perkara ini bisa berjalan, kemudian Penyidik Unit I Subdit IV Dittipidum sudah memanggil 3 ahli dan seluruh saksi namun juga tidak memberikan kepastian.
Diumur saya yang ke 80 Tahun ini saya hanya berharap mendapatkan tujuan hukum itu, apakah saya harus pasrah dan hingga akhir hayat saya tidak pernah melihat keadilan itu pak.
Halo Pak Prabowo, mungkin hanya melalui surat ini kita dapat berkomunikasi, karena saya bukan terlahir dari rahim seorang ningrat sehingga tidak memiliki koneksi ataupun relasi untuk bertemu bapak.
Dari hati yang paling dapat, saya meyakini Bapak Prabowo dengan kebijaksanaan, pengalaman,serta ketulusan hati dapat memberikan saya keadilan.
Saya mendoakan bapak Prabowo Panjang Umur dan juga saya mendoakan semoga rakyat Indonesia tidak merasakan apa yang saya rasakan.