Qnews.co.id, JAKARTA – 350.org mendesak presiden baru Indonesia, Prabowo Subianto, segera melipatgandakan kapasitas energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat pada tahun 2030. Hal itu sesuai dengan komitmen ambisius yang telah dibuat oleh para pemimpin negara G20, tahun lalu.
Team Leader 350.org Indonesia Sisilia Nurmala Dewi mengingatkan bahwa sebagai eksportir batu bara terbesar di dunia dan salah satu penghasil emisi CO2 terbesar di Asia, harapan tinggi memang ditujukan kepada Indonesia untuk memimpin dalam transisi energi yang adil di kawasan ini.
“Namun Indonesia telah gagal memenuhi target energi terbarukan selama lima tahun terakhir,” ujarnya.
Sementara itu, porsi energi terbarukan saat ini dalam bauran kelistrikan masih sangat rendah, yakni di angka 13%. Angka itu jauh dari potensi luar biasa negara kita.
“Sejauh ini diperkirakan kita hanya menggunakan 0,3% dari potensi energi terbarukan nasional kita,” paparnya.
Padahal sumber daya alam yang melimpah dan biaya energi pembangkit surya dan angin yang kian menurun, menjadikan upaya melipatgandakan kapasitas energi terbarukan sebesar tiga kali lipat sangat mungkin dicapai.
“Prabowo harus bisa membuktikan bahwa ia bertanggung jawab kepada rakyat dan aspirasi rakyat untuk masa depan yang berkelanjutan, bukan kepada industri batu bara yang digerakkan oleh laba,” jelas Sisilia.
Seruan untuk kemandirian energi, kata Sisilia, haruslah didasarkan pada energi terbarukan yang bersih dan berpusat pada rakyat, bukan pada ekonomi bahan bakar fosil yang terbukti menghancurkan banyak komunitas lokal hingga menyisakan krisis iklim.
Sebagai langkah awal, Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) Indonesia harus mencakup rencana konkret, terikat waktu, dan ambisius untuk menghapus bahan bakar fosil, termasuk mengharuskan pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Ini juga harus mencakup komitmen kuat untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan tiga kali lipat dengan cara yang adil dan dapat diterima oleh semua masyarakat,” tegasnya.
Publik, kata Sisilia, perlu diizinkan dan didukung untuk berpartisipasi setiap saat dan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam transisi energi.
“Kami tidak mentolerir ‘solusi palsu’ yang kian menghancurkan hutan dan menggusur masyarakat kami,” jelasnya.
Sisilia menambahkan, “Kami prihatin dengan menyusutnya ruang demokrasi seperti yang terlihat dari aksi premanisme terhadap aktivis iklim pada Global Climate Strike baru-baru ini di Jakarta serta forum kritis masyarakat sipil lainnya.”
Latar belakang militer Prabowo yang merupakan menantu Soeharto, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat sipil. Masyarakat kuatir akan bercokolnya kembali rezim otoriter.
“Dengan begitu, semakin penting bagi Prabowo untuk mendengarkan dengan seksama tuntutan rakyat dan membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang layak di negara demokrasi Indonesia,” pungkasnya.