Ajukan Gugatan ke MA, Tim Advokasi Tolak Tambang: Aturannya Cacat Hukum

Tim Advokasi Tolak Tambang secara resmi mendaftarkan permohonan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 (PP 25/2024) terkait pemberian prioritas izin tambang bagi ormas keagamaan ke Mahkamah Agung (MA), Selasa (1/9). Foto: Istimewa untuk Qnews.co.id

Qnews.co.id, JAKARTA – Tim Advokasi Tolak Tambang secara resmi mendaftarkan permohonan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 (PP 25/2024) terkait pemberian prioritas izin tambang bagi ormas keagamaan ke Mahkamah Agung (MA), Selasa (1/10).

Tim advokasi yang terdiri dari para tokoh, akademisi, dan beberapa lembaga swadaya masyarakat itu menilai PP 25/2024 bukan hanya cacat secara hukum, namun juga berpotensi menjadi arena transaksi (suap) politik.

Bacaan Lainnya

Pemberian izin tambang tanpa lelang telah menyalahi Pasal 75 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (UU Minerba).

Perwakilan Kuasa Hukum Para Pemohon M Raziv Barokah menjelaskan maksud gugatan mereka adalah untuk menyelamatkan ormas keagamaan dari pusaran energi kotor pertambangan.

“Kita harus menyelematkan ormas keagamaan ini, mengapa? Karena kalau dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk kedepannya. Di mana, lahan tambang akan selalu dijadikan alat transaksi untuk pembungkaman politik oleh pemerintah,” kata M Raziv Barokah.

Dengan demikian, ormas agama dapat kembali kepada khittahnya, dan aktif menjaga kelestarian lingkungan hidup dari kerusakan. Juga untuk membentengi agar ormas lainnya tidak ikut-ikutan mengelola tambang.

“Kedepannya, bisa jadi giliran ormas-ormas yang lain, seperti ormas di bidang industri, profesi, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, Tim Advokasi Tolak Tambang, akan terus mengawal perjuangan ini,” jelasnya.

Wahyu Agung Perdana salah satu pemohon menilai, pemberian izin tambang bagi ormas keagamaan, selain akan merusak lingkungan sekitar, juga berpotensi memicu konflik horizontal antara masyarakat adat dan ormas terkait.

Selain itu, sangat tidak tepat, bila izin tambang diberikan kepada ormas keagamaan yang secara kelembagaan tujuannya bukan untuk mencari keuntungan, melainkan bersifat sosial yang jauh dari nilai-nilai bisnis.

“Sebagai warga negara dan sekaligus anggota Persyarikatan Muhammadiyah, upaya judicial review terhadap PP 25/2024 merupakan bagian dari Jihad Konstitusi. Pemberian konsesi kepada ormas keagamaan pada sektor batu bara yang hanya mencakup wilayah eks PKP2B (Pasal 83A ayat 2), dengan jangka waktu penawaran terbatas lima tahun (Pasal 83A ayat 6), bukan saja hanya menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan sosial yang signifikan, tetapi juga berpotensi kuat menjadi bentuk “risywah politik,” papar Wahyu Agung yang juga Kepala Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam Lembaga Hikmah, dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Hal itu, kata Wahyu, bertentangan dengan Teologi al-Maun Hijau Muhammadiyah, yang mengutamakan perlindungan lingkungan dan menolak ekstraktivisme, sesuai dengan prinsip ‘Dar’ul Mafasid Muqaddamun ala Jalbil Masalih’.

“Di mana mencegah keburukan dan kerusakan harus didahulukan daripada mengejar manfaat dan keuntungan,” katanya.

Pada akhirnya, Tim Advokasi Tolak Tambang berharap Mahkamah Agung mengabulkan permohonan mereka seluruhnya, dan menuntut ormas keagamaan untuk tidak terlibat dalam kegiatan bisnis pertambangan.

“Serta berharap ormas keagamaan dapat kembali kepada tujuan semula masing-masing ormas, yakni untuk membina dan memberikan perlindungan umat,” ujar Wahyu.

Sebanyak 18 (delapan belas) Pemohon yang terdiri dari 6 (enam) kelembagaan dan 12 (dua belas) perorangan mengajukan permohonan judicial review ke MA. Adapun daftar nama para pemohon yang mewakili unsur-unsur koalisi masyarakat sipil, yaitu:

  1. Lembaga Naladwipa Instutute for Social and Cultural Studies.
  2. Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional.
  3. Perserikatan Solidaritas Perempuan.
  4. Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah.
  5. Trend Asia.
  6. Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nasional.
  7. Asman Aziz – Wakil Sekretaris Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Kalimantan Timur.
  8. Buyung Marajo – Koordinator Forum Himpunan Kelompok Kerja-30 (FH Pokja 30).
  9. Dwi Putra Kurniawan, S.E. – Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Kalimantan.
  10. Inayah Wahid – Warga Masyarakat yang Peduli dengan Lingkungan Hidup.
  11. Kisworo Dwi Cahyono, S.P., S.H. – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Selatan.
  12. Mareta Sari – Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur.
  13. Masduki – Pengajar Universitas Islam Indonesia dan Inisiator Forum Cik Di Tiro
  14. Rika Iffati Farihah Wakil Ketua I Pengurus Pimpinan Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
  15. Sanaullaili – Anggota Bidang IV Kajian Politik Sumber Daya Alam, Lembaga Hikmah, dan Kebijakan Publik, Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
  16. Siti Maemunah – Anggota Badan Pengurus Jaringan Advokasi Tambang Nasional.
  17. Trigus Dodik Susilo – Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Trenggalek.
  18. Wahyu Agung Perdana – Kepala Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam Lembaga Hikmah, dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Sementara kuasa hukum, terdiri dari:

  1. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
  2. Wasingatu Zakiyah, S.H., M.A.
  3. Muhamad Isnur, S.H.I.
  4. Muh. Jamil, S.H.
  5. Edy Kurniawan, S.H.
  6. Teo Reffelsen, S.H.
  7. N.W. Satrio Kusuma Manggala, S.H.
  8. Yulianto Behar Nggali Mara, S.H.
  9. Yuwono Andreas Victor Christian, S.H.
  10. Zainal Arifin, S.H.I.
  11. Muhamad Raziv Barokah, S.H., M.H.
  12. Tareq Muhammad Aziz Elven, S.H.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan