Qnews.co.id – Pendiri LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengawasi Bank Mayapada yang saat ini sedang mengalami kesulitan lantaran banyak pinjaman yang sudah gagal bayar dan dianggap sebagai aset berisiko tinggi.
“Sebelumnya dalam podcast saya sudah bilang kalau mayapada sekarang sedang dalam kesulitan tapi mereka belum ekspose keluar tapi saya sudah kasih tahu ke pemerintah untuk diawasi terutama OJK untuk segera periksa, karena sudah ada tanda-tanda mereka bakal turun karena Non-Performing Loan (NPL) naik,” kata Alvin Lim dalam videonya yang tayang di akun YouTube Quotient TV, Selasa (24/12).
Untuk diketahui, Non-Performing Loan (NPL) adalah pinjaman yang sudah gagal bayar dan dianggap sebagai aset berisiko tinggi. NPL juga merupakan rasio keuangan yang menunjukkan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana.
Selain Mayapada, ada beberapa perusahaan perbankan yang sudah berada di ambang kebangkrutan. Seperti, Bank of India Indonesia tbk rasio NPL nya 7,7 persen, Bank Maspion NPL nya naik dari 2.98% menjadi 3,79% dan Bank Pembangunan Daerah Banten yang NPL nya mencapai 9.86%.
Padahal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan batas rasio NPL sebesar 5% untuk menjaga kesehatan sektor perbankan. Akan tetapi menurut Alvin Lim, seharunya angka NPL itu berada dibawah 1 persen untuk mencegah risiko yang dapat memengaruhi stabilitas keuangan.
Untuk itu, seharunya OJK melakukan Stres test perbankan yang merupakan analisis atau simulasi yang dilakukan untuk menentukan kemampuan bank dalam menghadapi kondisi pasar yang buruk atau krisis keuangan.
Dalam hal ini, bank akan diuji ketahanannya terhadap kondisi pasar hipotetis, seperti jatuhnya pasar ekuitas atau kenaikan pengangguran. Uji stres perbankan juga dapat mengidentifikasi kelemahan bank dan mengukur risiko investasinya.
“Ini penyebabnya karena kurangnya kontrol dari OJK, seharusnya OJK itu melakukan Stres test. Saya belajar di Colorado Graduate School of Banking Amerika di situ saya belajar bagaimana menilai ketahanan sebuah bank melalui sebuah analisa dan kita harus tahu NPL nya berpengaruh atau tidak dari banyaknya kredit macet atau bisnisnya jelek, jadi apa kalau banknya jatuh bisa-bisa seperti Century,” jelas Alvin Lim.
Bicara soal pemberian kredit dan investasi dana, Alvin Lim menjelaskan, bahwa banyak perusahaan besar di Indonesia bangkrut, otomatis membawa pengaruh buruk terhadap industri keuangan, perbankan dan asuransi. Hal itu jelas membuat jantung perekonomian negara sedang tidak baik-baik saja.
“Ada juga berita 40 perusahaan besar bangkrut di Indonesia karena hutang yang menggunung akhirnya bangkrut untuk bayar hutang. Jadi kalau bisnis mereka jatuh penerimaan pajak negara stop tapi yang lebih parah adalah meningkatnya para pengangguran di Indonesia, alhasil kemiskinan makin tinggi,” jelas Alvin Lim.
Selain itu, Alvin Lim juga menyoroti aksi curang para bangkir yang membuat strategi kredit fiktif demi mengamankan status NPL nya. Ia juga menyarankan di era kepemimpinan Presiden Prabowo, terutama kepada Sri Mulyani untuk serius membenahi masalah terhadap perbankan di Indonesia.
“Yang paling parah rame-rame bangkir bikin kredit fiktif untuk tekan NPL, inilah yang menjadi dugaan saya salah satunya dilakukan di mayapada mereka bikin fiktif untuk menekan NPL jadi ini akal-akalan mereka. Jadi bapak Prabowo dan timnya terutama Sri Mulyani harus benar-benar memeriksa satu persatu Bank nggak bisa cuman terima laporan dari anak buah itu yang saya sayangkan karena mereka hanya menunggu laporan dari anak buah karena rame-rame bangkir bikin kredit fiktif,” tegas Alvin Lim.
Sebelumnya, OJK juga menjabarkan bahwa hingga 30 Juni 2024, OJK telah menyelesaikan penanganan berkas perkara yang dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan RI sebanyak 127 perkara yang terdiri dari 102 perkara tindak pidana perbankan, 20 perkara tindak pidana IKNB, dan lima perkara tindak pidana pasar modal dengan rata-rata hukuman pidana penjara di atas lima tahun.
“Jadi mereka ini kemplang, apa gunanya OJK kalau kemplang mendingan di tutup aja ya OJK habis gimana banyak yang kemplang diem aja. Bahkan yang berhutang itu bukan cuma Bank, bukan cuma perusahaan, tapi bahkan pemerintah Indonesia punya hutang hutang RI tembus 8.600 triliun rasionya nyaris 40%,” kata Alvin Lim.
Alvin Lim juga merasa heran kenapa pemerintah Indonesia memiliki hobi berhutang. Padahal, menurun Alvin Lim jika pemerintah tidak perlu berhutang jika mampu mengelola dana APBN dengan benar.
“Kenapa sih Indonesia itu utang-utang terus tidak bayar kenapa sih mereka tidak efisiensi kurangin pengeluaran jangan cuma berharap naikin income dengan naikin pajak. Harusnya kurangin pengeluaran yang nggak perlu tuh,” ujarnya.
“Karena kita sudah tahu persis bahwa sering sekali proyek pemerintah APBN proyeknya itu di mark up bisa kadang dua kali lipat sampai tiga kali lipat, jadi kalau tidak di mark up dua kali lipat atau 3 kali lipat, sebenarnya itu APBN kita itu cukup setengahnya aja 40% atau 30%, sisanya itu bisa buat bayar utang negara bisa buat diinvestasikan,” jelas Alvin Lim.
Sebagai seorang yang memiliki pengalaman matang menjadi seorang pemimpin di beberapa Bank yang ada di Amerika, Alvin Lim juga mendapatkan banyak pelajaran dalam hal mengelola keuangan, mulai dari investasi hingga soal utang piutang.
“Saya cuma mau kasih tahu, saya pernah kerja di banking Amerika perbankan ketika saya di perbankan saya tahu bahwa orang yang memberikan referensi itu dapat yang namanya komisi. Jadi saya berpikir ketika Indonesia mengambil utang banyak kepada IMF dari luar negeri komisinya siapa yang ngambil,” kata Alvin Lim.
“Apakah karena itulah makanya digenjot terus harus hutang dan tidak bayar supaya dapat terus-terusan komisinya bisa sampai satu atau dua persen jadi berapa banyak uang yang didapat oleh oknum kementerian keuangan yang bisa dapat komisi itu atau dari bonus itu,” tegas Alvin Lim.