Qnews.co.id – Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan menara Base Transceiver Station (BTS) 4G Kemenkominfo yang menyeret nama Johnny G Plate dan gerombolannya ternyata masih menjadi sorotan publik.
Sebenarnya kasus proyek BTS 4G merupakan salah satu skandal korupsi terbesar yang mengguncang Indonesia pada tahun 2023. Proyek infrastruktur telekomunikasi yang bertujuan meningkatkan akses internet di daerah terpencil justru menjadi ajang praktik korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah.
Sejumlah nama yang ditetapkan sebagai tersangka juga sudah menjadi penghuni hotel prodeo melalui proses persidangan. Namun, dalam kasus ini masih ada pihak-pihak yang belum puas dengan hasil kerja tim Kejagung.
Bahkan hingga saat ini mereka tetap menyuarakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap beberapa nama yang diduga turut terlibat. Salah satunya adalah Menpora Dito Ariotedjo.
Terbaru, Gerakan Pemuda Mahasiswa Cendekiawan Anti Mafia kembali menyuarakan tuntutannya melalui sebuah aksi di depan Gedung Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025).
Pada aksi tersebut, para mahasiswa menuntut agar Menpora Dito Ariotedjo diperiksa terkait dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi BTS Kominfo.
Bahkan aksi yang digelar mahasiswa beberapa hari lalu harus berujung ricuh dengan petugas yang berjaga dilokasi setelah para masa aksi membakar ban sekitar pukul 13.04 WIB.
Akibatnya satu anggota kepolisian, Ipda D.A., harus menderita luka bakar hingga dilarikan kerumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Imbas dari kericuhan tersebut juga memaksa pihak kepolisian untuk mengamankan 6 orang mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka.
Tuntutan sebelumnya
Sebelumnya Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) juga sempat menegaskan akan melayangkan gugatan praperadilan lagi melawan Kejaksaan Agung (Kejagung) soal penyidikan kasus korupsi menara base transceiver station (BTS) 4G dan prasarana pendukung 1,2,3,4 dan 5 yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Menurut Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho, meskipun Kejaksaan Agung telah melakukan penanganan perkara dalam bentuk penyidikan dan penuntutan terhadap beberapa pihak yang disebut dalam putusan, Kejagung tidak menaikkan status Menpora Dito Ariotedjo.
Padahal, dalam kasus ini Menpora Dito Ariotedjo disebut telah menerima aliran dana senilai Rp 27 miliar dalam kasus korupsi yang menyeret mantan Menkominfo Johnny G Plate dan gerombolannya hingga merugikan negara sebesar Rp 8 triliun.
Dalam gugatannya kala itu, pihaknya akan menarik Presiden sebagai termohon II. “Nanti setelah Prabowo resmi jadi presiden, Kejagung digugat lagi dengan menarik presiden sebagai termohon II, sekaligus untuk menguji komitmennya dalam pemberantasan korupsi,” kata Kurniawan dikutip dari Monitorindonesia, Rabu (11/9/2024).
Kurniawan menegaskan bahwa, dugaan keterlibatan Menpora Dito Ariotedjo sebagai pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban pidana juga terlihat jelas pada Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 58/Pid.Sus-TPK/2023/PT DKI tanggal 17 Januari 2024 lalu.
Ia juga menegaskan bahwa penyebutan dugaan keterlibatan Menpora Dito Ariotedjo tidak hanya ada dalam BAP. “Setidaknya ada di 3 putusan dengan terpidana Irwan, Windi dan Anang. Artinya bukan lagi sekedar pernyataan Irwan sepihak tetapi sudah menjadi fakta hukum,” ujar Kurniawan.
Menurutnya, jika Kejagung sepakat bahwa putusan pengadilan harus dihormati, maka tidak ada alasan bagi Kejagung untuk tidak meminta pertanggung jawaban pidana pada Menpora Dito Ariotedjo.
“Konstruksi peristiwanya sama dengan terdakwa Sadikin-Ahsanul Qosasih, hanya beda tujuan pemberiannya saja. Dito boleh saja membantah, tapi tunjukkan bukti bahwa dia tidak terima uang,” tegasnya.
“Misalnya dengan membuka CCTV rumahnya, apakah pada malam itu Windi tidak ke rumahnya antar uang? Selama hanya berupa bantahan tanpa bukti, maka keterangan para saksi pada 3 putusan itulah yang menjadi pedoman,” sambungnya.
LP3HI sebelumnya juga telah mengajukan praperadilan pada Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Gugatan praperadilan yang teregister dengan nomor 31/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL memuat sejumlah hal.
Seperti, Kejaksaan Agung sebagai aparat penegak hukum yang menangani perkara pokok ini tidak menindaklanjuti keterangan saksi Irwan Hermawan dan Windi Purnama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta.
Saat di persidangan, keduanya menyebutkan ada pemberian uang senilai Rp27 miliar kepada Menpora Dito Ariotedjo pada November-Desember 2022.
“Menpora Dito Ariotedjo disebut ikut menerima aliran dana sebesar Rp27 miliar,” tulis Kurniawan, dalam di dalam materi pragugatannya, Selasa (27/2) lalu.
Dalam persidangan majelis hakim Pengadilan Tipikor DKI juga telah memerintahkan kepada Kejaksaan Agung untuk melakukan pemeriksaan konfrontasi antara Menpora Dito Ariotedjo dengan Johnny G Plate. Namun.
“Jaksa tidak melakukan pemeriksaan intensif mengenai dugaan keterlibatan Dito Ariotedjo dalam tindak pidana korupsi BTS Bakti Kemenkominfo,” tambah Kurniawan.
Selain itu, jaksa tidak menjadikan keterangan Irwan Hermawan soal Dito Ariotedjo menerima uang senilai Rp27 miliar sebagai bukti awal. Padahal, ada putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 58/Pid.Sus-TPK/2023/PT DKI tanggal 17 Januari 2024 soal permintaan justice collaborator oleh Irwan Hermawan.
Padahal berdasarkan keterangan para terdakwa di persidangan konstruksi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Menpora Dito Ariotedjo tak jauh beda dengan terdakwa Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli.
Atas dasar itu, LP3HI memandang jaksa tebang pilih dalam penanganan perkara ini. Karena itu, dalam gugatannya, dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil alih penyidikan terhadap Menpora Dito Ariotedjo dan melimpahkannya ke Pengadilan Tipikor DKI.
Pemeriksaan saksi di Kejagung sudah tak nyaring terdengar
Sepanjang tahun 2023 silam, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus ini, di antaranya eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
Penetapan tersangka dilakukan Kejagung pertama kalinya pada awal Januari 2023. Saat itu, tiga tersangka yang ditetapkan yakni eks Direktur Utama Bakti Kemkominfo Anang Achmad Latif (AAL); Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak (GMS); dan Yohan Suryanto selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020.
Pada akhir Januari 2023, Kejagung menetapkan Mukti Ali (MA) yang menjabat Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment sebagai tersangka.
Setelahnya, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy sebagai tersangka pada awal Februari. Setelah dikembangkan, Kejagung pun menetapkan Johnny Plate yang kala itu menjabat Menkominfo sebagai tersangka pada pertengahan Mei.
Johnny menjadi tersangka karena menjadi pemegang jabatan menteri dan pengguna anggaran. Dia juga diduga memperkaya diri sendiri dengan menerima aliran dana dari proyek pembangunan BTS 4G.
Di bulan yang sama, Direktur Utama PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Mei 2023.
Bulan Juni, Kejagung menetapkan Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki diumumkan sebagai tersangka.
Tiga bulan setelahnya, di September, sebanyak empat tersangka baru ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemmy Sutjiawan (JS); Elvano Hatorangan (EH) selaku pejabat pembuat komitmen proyek BTS 4G di Kominfo.
Kemudian, Muhammad Feriandi Mirza (MFM) selaku Kepala Divisi Lastmile atau Backhaul Bakti Kominfo; dan Walbertus Natalius Wisang (WNW), tenaga ahli Kominfo.
Pada Oktober, Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital Naek Parulian Washington Hutahaean (NPWH) alias Edward Hutahaean (EH) dan Sadikin Rusli selaku pihak swasta ditangkap sebagai tersangka.
Pada bulan yang sama, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menetapkan Muhammad Amar Khoerul (MAK) selaku Kepala Human Development Universitas Indonesia sebagai tersangka Terakhir, Kejagung juga menetapkan anggota BPK Achsanul Qosasi sebagai tersangka pada 3 November 2023.
Kini pemeriksaan saksi di Kejagung sudah tak nyaring lagi terdengar. Apakah penyidikan kasus tersebut sudah disetop atau masih berjalan?
Menyoal Menpora Dito Ariotedjo kembali riuh di media sosial. Bahwa mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno dalam postingannya di Instagram baru-baru ini menampilkan foto pribadinya dengan berseragam lengkap kedinasan Polri. Menurut dia Menpora Dito yang diduga menerima Rp 27 miliar dari kasus tersebut sudah memenuhi unsur pidana.
“Kasus korupsi BTS Penerima Uang Hasil kejahatan sebesar 27 Milyar yang diterima Sdr. Dito Ariotedjo yang saat ini menjabat sebagai Menpora RI Tidak diproses ke pengadilan. padahal sudah cukup memenuhi Unsur Pasal 33 UU No: 31 Tahun 2009 jo Pasal 480 KUHP. Penadah uang hasil korupsi sama dengan penadah HP curian. Apakah masih ada Equality Before The Law di Indonesia?” tulis Oegroseno seperti dilihat Monitorindonesia, Minggu (1/6/2025) lalu.
Sebelumnya Kejagung juga telah mendalami dugaan adanya aliran uang dalam kasus korupsi penyediaan infrastruktur menara BTS 4G melalui pemeriksaan Menpora Dito Ariotedjo pada 3 Juli 2023.
Menpora Dito Ariotedjo sendiri telah membantah dugaan bahwa dirinya pernah menerima uang dari salah seorang tersangka kasus proyek BTS 4G. Politikus Partai Golkar itu mengaku tidak mengenal Irwan Hermawan yang mengungkap soal dugaan aliran uang kepada dirinya.