Dugaan Korupsi Sistematis di Pertamina: CERI Beberkan Modus Licik, Kerugian Capai Ratusan Triliun

Qnews.co.id – Dugaan praktik korupsi sistematis yang mengakar di tubuh PT Pertamina (Persero) kembali menjadi sorotan publik. Penetapan pengusaha migas Muhammad Riza Chalid sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung turut membuka babak baru dalam pengungkapan skandal keuangan besar yang diduga merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, dalam diskusi terbuka di Podcast Forum Keadilan TV, membeberkan berbagai dugaan modus manipulasi keuangan di sektor energi nasional. Ia menyebut praktik-praktik ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga diduga menjadi alat politik bagi segelintir elite.

Bacaan Lainnya

“Ini sudah menjadi sistem korupsi yang terstruktur dari hulu hingga hilir. Kalau tidak segera ditangani, negara akan terus dirugikan,” ujar Yusri.

Kerugian Membengkak, Diduga Mengalir ke Kekuasaan

Yusri memaparkan bahwa total kerugian negara akibat praktik tersebut terus bertambah dari waktu ke waktu. Berdasarkan catatan CERI, angka kerugian yang awalnya disebut sebesar Rp193,7 triliun pada Februari 2025, kini meningkat menjadi sekitar Rp285 triliun per Juli 2025.

Angka tersebut diperkuat dengan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mencatat potensi kerugian sebesar USD 2,7 miliar ditambah Rp25 triliun, atau setara dengan sekitar Rp69–70 triliun.

Yang lebih mengkhawatirkan, menurut Yusri Usman, dana hasil korupsi ini diduga tidak hanya memperkaya individu, tapi juga digunakan untuk memperkuat jaringan kekuasaan.

“Ada indikasi dana hasil korupsi disebar ke berbagai pihak, termasuk pejabat dan mungkin digunakan untuk kepentingan politik,” tegasnya.

Modus-Modus Culas: Dari BBM Subsidi hingga Blending Ilegal

Yusri merinci sejumlah dugaan modus yang menjadi biang kerugian besar bagi negara. Berikut beberapa poin penting yang diungkap:

  1. Penyalahgunaan BBM Subsidi: Nama Adaro Disebut

Salah satu temuan mencengangkan dari BPK menyeret nama besar di industri tambang, Adaro, yang diduga membeli BBM industri dengan harga di bawah BBM subsidi. Praktik ini disebut merugikan negara hingga Rp9,3 triliun hanya dalam tahun 2022.

“Adaro diduga tidak hanya menggunakan BBM tersebut untuk keperluan internal, tetapi juga menjual kembali untuk meraih keuntungan,” ujar Yusri.

  1. Lima Dosa Besar Versi Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung disebut telah memetakan lima titik krusial dalam penyimpangan migas, antara lain:

Penjualan minyak mentah bagian negara ke luar negeri, Impor minyak mentah, Impor BBM, Masalah subsidi Pertalite, yang disebut menyebabkan kerugian hingga Rp123 triliun

  1. Mark Up Sewa Kapal dan Dugaan Kartel di Pertamina International Shipping (PIS)

Anak usaha Pertamina, PIS, juga jadi sorotan karena dugaan mark up harga sewa kapal tanker hingga USD 5 juta per unit. Lebih jauh, disebut adanya kartel lima perusahaan yang memonopoli penyewaan kapal dan mengambil margin hingga 30% dari tarif time charter.

Perusahaan yang diduga tergabung dalam kartel ini adalah PT SIM S, GBL, WNS, CTP, dan Arkadia S PT.

  1. Perubahan Kontrak Terminal dan Blending Pertalite yang Tidak Sesuai

Yusri mengungkap bahwa terminal milik PT Orbit Terminal Merak, yang dikaitkan dengan Riza Chalid, seharusnya menjadi milik negara setelah 10 tahun dalam skema BOT (Build Operate Transfer). Namun, kontrak tersebut diubah menjadi BOO (Build Own Operate), sehingga menghilangkan hak negara.

“Perubahan kontrak ini jelas merugikan negara,” ucap Yusri.

Tak hanya itu, proses pencampuran atau blending Pertalite yang seharusnya dilakukan di kilang, justru diduga dilakukan di terminal milik PPN Patra Niaga, yang berpotensi menurunkan kualitas BBM dan merugikan masyarakat.

“Praktik seperti ini tidak hanya soal keuangan, tapi juga membahayakan konsumen secara langsung,” tambah Yusri.

Seruan untuk Audit Forensik dan Tindakan Tegas

Melihat besarnya potensi kerugian dan luasnya dugaan jaringan penyimpangan, CERI mendesak dilakukannya audit forensik menyeluruh, pembukaan kontrak dan data impor secara transparan, serta penindakan hukum yang tidak tebang pilih.

Yusri menegaskan, penetapan tersangka terhadap Riza Chalid harus menjadi pintu masuk untuk mengurai jaringan korupsi yang lebih dalam di sektor energi nasional.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan