Ini Caranya agar Anak Terhindar dari Perundungan

Arsip foto - Siswa mengikuti aksi cap tangan saat deklarasi anti bullying di SMP Lazuardi Kamila Global Compassianote School (SCS) Solo, Jawa Tengah, Selasa (2/1/2024). Foto: ANTARA

Qnews.co.id, JAKARTA – Psikolog Klinis anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo memberikan kiat dalam pengasuhan orang tua agar anak terhindar dari perundungan.

Salah satunya dengan mengajarkan anak untuk asertif atau berani mengungkapkan apa yang ia rasakan secara jelas dan etis.

“Ini merupakan bagian dari penerapkan pengasuhan demokratis di mana anak terbiasa untuk berpendapat,” ujar Vera di Jakarta, Kamis (19/9).

Asertif merupakan kemampuan untuk menyampaikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. Dan yang terpenting tidak bermaksud untuk menyerang orang lain.

Dengan demikian, pengasuhan yang mendukung asertivitas dan berkomunikasi secara terbuka dapat membantu anak merasa lebih kuat. Anak juga akan lebih mampu menghadapi situasi berisiko, termasuk perundungan.

Anak yang memiliki keterampilan asertif dapat lebih baik menanggapi perilaku agresif dari teman sebaya. Misalnya dengan menetapkan batasan atau meminta bantuan, sehingga mengurangi risiko mereka menjadi korban.

“Ajarkan dan contohkan anak bagaimana membela dirinya saat merasa tertindas, cari dan kembangkan pula kelebihan anak. Ini penting sehingga anak dapat tampil dengan percaya diri,” paparnya. 

Mengajarkan anak untuk membela diri dan mengembangkan kelebihan mereka akan memberikan strategi yang diperlukan untuk menghindari situasi perundungan. Hal itu sekaligus meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan sosial mereka.

Terakhir, Vera mengimbau para orang tua untuk selalu menciptakan suasana hangat dan penuh kasih sayang di rumah bagi anak. Kondisi dalam rumah tangga yang harmonis terbukti positif dalam mengawal tumbuh kembang anak, termasuk kondisi psikologisnya.

“Penuhi hidup anak dengan cinta di rumah, sehingga anak tidak mudah merasa direndahkan oleh pelaku (perundungan),” jelasnya.

Sementara itu, data pengaduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan kekerasan anak pada awal 2024 mencapai 141 kasus. Dari seluruh aduan itu, 35 persen di antaranya terjadi di lingkungan sekolah atau satuan pendidikan.

Sementara itu, sepanjang awal 2024, sebanyak 46 kasus anak mengakhiri hidup. Dari total kasus itu, 48 persen di antaranya terjadi di satuan pendidikan atau anak (korban) masih memakai pakaian sekolah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan