Qnews.co.id, JAKARTA – Pelaku UMKM digital di Indonesia menghadapi sejumlah hambatan untuk bisa naik kelas. Hambatan itu di antaranya, sulitnya menjangkau konsumen hingga rendahnya daya saing dari produk-produk UMKM.
Peneliti dari Center for Indonesia Policiy Studies (CIPS) Hasran mengungkapkan hal tersebut dalam webinar yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (5/11).
Saat ini, kata Hasran, banyak pelaku usah mikro menghadapi kesulitan untuk menjangkau konsumen. Bahkan mereka juga menghadapi hambatan terkait akses permodalan, hingga tingginya biaya logistik.
“Usaha kecil yang naik kelas, lebih ke hambatan terhadap akses permodalan dan biaya logistik. Karena mereka mau belanja bahan baku lebih murah, tapi ada tantangan logistik,” ungkap Hasran.
Ia menambahkan, “Dan hambatan ini yang dihadapi UKM. Jadi intervensi harus diperhatikan seperti apa skala usahanya .”
Selain itu, daya saing UMKM digital juga terbilang rendah. Daya saing yang dimaksud, kata Hasran, merupakan kemampuan pelaku usaha untuk memasarkan secara daring di platform belanja digital. Termasuk memanfaatkan platform sering kali menjadi kesulitan tersendiri.
Belum lagi, bicara soal sertifikasi dan standardisasi produk. Hal itu, ungkap Hasran kerap dikeluhkan para pelaku UMKM.
Dari sisi permodalan, banyak pelaku usaha kecil terhambat persyaratan kredit usaha rakyat (KUR). Pasalnya, untuk mengajukan pinjaman dibutuhkan agunan, meskipun jumlah pinjamannya tidak besar.
“KUR kecil ini membutuhkan agunan. Sementara kalau mau naik kelas, butuh duit rata-rata di atas Rp100 juta dan lagi-lagi mereka nggak punya agunan. Karena itu hambatan KUR belum mengakomodir,” imbuhnya Hasran.
Hal lainnya, terkait dengan talenta digital yang ternyata masih minim. Karena jika pun tersedia, untuk merekrut para talenta digital diperlukan biaya yang tidak sedikit.
Hadirnya sejumlah persoalan di atas, kata Hasran, menjadikan pihaknya mendorong agar pemerintah mampu menghadirkan ekosistem bisnis digital yang sehat sehingga mampu bersaing dengan adil.
“Termasuk kebijakan kemudahan berusaha, efisiensi biaya logistik, memperoleh standardisasi produk, hingga kemudahan akses mendapatkan bahan baku dan dukungan modal usaha,” jelasnya.
Khusus untuk investor, Hasran menginginkan adanya peluang bagi UMKM untuk bisa meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi mereka.
Lalu untuk platform belanja online, kata Hasran, peran mereka sangat dinantikan agar turut berpartisipasi dalam menghadirkan materi digitalisasi sehingga bisa mengatasi kesenjangan keterampilan.
Pihaknya juga mengusulkan agar institusi keuangan bisa menyediakan akses modal yang sesuai dengan kondisi UMKM di tiap fase pertumbuhan.
“Serta yang terpenting menawarkan layanan dan konsultasi lewat program edukasi keuangan bagi UMKM,” tandasnya.