Qnews.co.id, JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil mengadakan konferensi pers dikantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta, Senin (9/9). Ini merupakan respon terhadap upaya kriminalisasi aktivis lingkungan hidup.
Cristina Rumalatu, seorang aktivis lingkungan hidup, bersama dengan gerakan koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil, pada (1/8) lalu melakukan demonstrasi di depan Kantor Pusat PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Isu yang diangkat mengenai dampak lingkungan akibat kegiatan pertambangan nikel, terutama yang berkaitan dengan banjir yang terjadi di Halmahera.
Namun, aksi damai itu berakhir dengan munculnya ancaman hukum yang serius terhadap Cristina. Ia dilaporkan oleh Jenderal Purnawirawan Suaidi Marasabessy, yang diduga memiliki keterkaitan dengan penguasa PT IWIP. Laporan itu menuduh Cristina melakukan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 45 ayat (4) Jo. Pasal 27A UU 1/2024 tentang Perubahan Kedua atas UU 11/2008 tentang ITE.
Melalui siaran pers Edy Kurniawan Staf Advokasi YLBHI Jakarta menyampaikan “Upaya hukum itu dimaknai secara luas, dimana setiap warga negara harus mendapat tempat dan jaminan hukum, agar mereka tetap bisa bersuara kritis terhadap ruang lingkup mereka” dikantor YLBHI (9/9)
“Semua bentuk penilaian warga negara terhadap sesuatu peristiwa itu tidak bisa di pidana, dan itu sejalan dengan SKB undang-undang ITE, Kominfo, Kejagung dan kepolisian” tambahnya.
Pada prinsip demokrasi dan kebebasan berekspresi itu dilindungi undang-undang lingkungan hidup pasal 66, setiap orang yang perjuangkan hak dan lingkungan itu tidak dapat dituntut secara pidana dan juga tidak dapat digugat secara perdata.
Sebagai wujud dukungan yang nyata, Koalisi Masyarakat Sipil bersama Lembaga Bantuan Hukum akan terus mengawal perkembangan terkini serta menyusun strategi hukum yang akan ditempuh.
“Besok kita akan mendatangi KOMNAS HAM untuk meminta status bahwa cristina ini adalah pejuang HAM yang seharusnya mendapat perlindungan dan imunitas” tuturnyar.
Dalam kesempatan tersebut, mereka menegaskan urgensi perlindungan terhadap para aktivis lingkungan, serta pentingnya penegakan hukum yang objektif tanpa intervensi dari pihak-pihak berkepentingan.
Kisah Cristina Rumalatu mencerminkan tantangan besar yang dihadapi aktivis lingkungan di Indonesia, di mana suara-suara kritis mereka sering kali dibungkam oleh dominasi kekuasaan dan kepentingan industri.
Dalam konteks ini, pengawasan dan dukungan terhadap upaya perlindungan hak-hak para aktivis menjadi sangat krusial untuk memastikan perjuangan demi lingkungan yang lebih baik bagi masa depan.