Qnews.co.id – Konsultan Hukum PIK 2, Muannas Alaidid mengungkapkan kekhawatirannya terhadap polemik proyek pembangunan di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Pasalnya, hingga saat ini kisruh polemik PSN PIK 2 masih beredar dan berkembang lewat berbagai isu miring yang terus dikembangkan sebagai bahan konsumsi publik.
Muannas Alaidid menilai, ada oknum yang memang sengaja memanfaatkan kisruh polemik PSN PIK 2 untuk sebuah tujuan tertentu.
Dikhawatirkan polemik PSN PIK 2 dijadikan sebagai momentum kebangkitan dari ormas-ormas yang dinyatakan terlarang oleh pemerintah untuk kembali eksis dikalangan masyarakat.
Untuk itu, Muannas Alaidid meminta kepada seluruh masyarakat agar selalu waspada dan tidak langsung terpancing atau termakan dengan isu-isu liar yang berkembang terkait pembangunan di kawasan PIK 2.
“Isu PIK2 membuat ormas terlarang keluar dari sarang, seperti HTI ada khozinudin dan FPI lewat mumun munarman, enggak ujug2 dimotori didu mereka ada yg danai unt susupi dipolemik pik2. waspada,” tulis Muannas Alaidid dalam akun media X pribadinya beberapa waktu lalu.
Hal yang utarakan Muannas Alaidid juga berdasarkan fakta-fakta yang memang terjadi belakang ini. Seperti yang dilakukan oleh dedengkot HTI, Ahmad Khozinudin dalam polemik PSN PIK 2, tidak berdasarkan fakta sebenarnya.
Hal itu juga sama seperti yang dilakukan oleh mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) M. Said Didu yang sebelumnya menyerang PSN PIK 2 melalui isu beraroma fitnah.
“Termasuk dibalik penolakan PIk2, ada khozinudin yg jg kuasa hukum said didu, aktivis HTI berkedok pengacara, makannya banyak fitnah dan hoaks buzzer HTI di medsos,” tegas Muannas Alaidid.
Ahmad Khozinudin merupakan mantan Direktur Pusat Kajian dan Bantuan Hukum (PKBH) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi ini sebelumnya resmi dibubarkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Sebelumnya, Muannas Alaidid juga menjelaskan soal polemik status Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pesisir laut yang sempat menjadi sorotan publik. Terutama terkait klaim pagar laut sepanjang 30,16 KM.
Muannas mengatakan, bahwa klaim sertifikasi laut adalah hal yang keliru. Sebab, lahan yang saat ini di soroti publik bukanlah perairan laut, melainkan tambak atau sawah milik warga yang terdampak abrasi meskipun mengalami perubahan fisik akibat faktor alam.
Hal itu bisa dilihat dari batas-batas lahan tersebut yang tetap teridentifikasi dengan jelas dan telah dialihkan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Pernyataan menteri ATR atau BPN itu sudah tegas tidak ada laut yang disertifikatkan. Yang ada hanyalah lahan tambak atau sawah yang terabrasi, tetapi batas-batasnya tercatat dan sah secara dokumen kemudian dialihkan jadi HGB dan SHM,” jelas Muannas Alaidid.
Lebih lanjut hasil pengecekan melalui citra satelit juga menunjukkan, bahwa area di sekitar pagar bambu tersebut awalnya bukan perairan laut, melainkan lahan yang sebelumnya dimiliki warga yang terdampak abrasi.
Muannas Alaidid juga menegaskan bahwa penerbitan HGB dan SHM di kawasan tersebut telah melalui prosedur yang sah sesuai peraturan perundang-undangan lahan yang awalnya berstatus SHM milik warga dialihkan menjadi SHGB milik pengembang melalui mekanisme jual beli resmi pembayaran pajak serta pengurusan dokumen legal seperti SK izin lokasi dan PKKPR.