Qnews.co.id, JAKARTA – Penetapan tersangka kasus dugaan korupsi impor gula mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau dikenal sebagai Tom Lembong dianggap prematur dan terkesan dipaksakan.
Pakar hukum Chairul Huda menilai kesan politisnya sangat terasa jelas. Seolah ada pihak yang ingin mencitrakan diri bekerja cepat di mata pemerintahan baru.
“Ini akan menjadi bumerang, karena masyarakat melihat proses ini terkesan tergesa-gesa,” kata Chairul Huda di Jakarta, Sabtu (9/11).
Chairul Huda mengungkapkan dasar hukum penetapan tersangka Tom Lembong dinilai masih belum kuat. Hal itu seiring belum adanya bukti kerugian negara yang jelas dan terverifikasi.
Kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan itu, kata Chairul Huda, seharusnya bisa dibuktikan dengan alat bukti yang valid, utamanya dengan yang menunjukkan adanya kerugian keuangan negara.
Merujuk Pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), disebutkan bahwa unsur kerugian negara harus terbukti secara konkret.
“Kerugian itu harus dibuktikan dengan perhitungan resmi. Misalnya dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” terang Chairul Huda.
Chairul juga menyoroti pernyataan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengeklaim adanya kerugian negara sebesar Rp400 miliar. Menurutnya, angka tersebut bersifat spekulatif dan belum bisa menunjukkan kerugian yang pasti.
Karena itu, ujar Chairul, ada kemungkinan penetapan tersangka Tom Lembong sebagai tersangka merupakan upaya terburu-buru Kejaksaan untuk menunjukkan kinerja cepat. Semua itu semata-mata untuk mendukung agenda pemerintahan baru.
“Saat ini, semua kementerian dan lembaga sedang berlomba-lomba untuk mencapai target terkait program 100 hari pemerintahan. Kejaksaan berupaya mengungkap kasus ini sebagai bagian dari tjuan itu,” paparnya.
Lebih jauh, Chairul Huda khawatir adanya kemungkinan diskriminasi dalam penanganan kasus importasi gula itu. Beberapa menteri sebelumnya sempat diperiksa terkait kasus serupa, hanya saja kasus mereka cenderung tidak berlanjut.
Ia berharap adanya transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum yang melibatkan Tom Lembong. Publik harus mendapatkan kejelasan tentang data-data valid yang dijadikan dasar untuk penetapan tersangka.
“Praperadilan tersebut menjadi ajang pengujian, apakah Kejaksaan telah benar-benar menjalankan proses hukum secara adil dan transparan,” terang Chairul.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dikabarkan akan menggelar sidang perdana gugatan praperadilan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong pada Senin (18/11). Hal itu seiring dengan penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong menjadi tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kemendag pada tahun 2015–2016.
Kepada awak media, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qodar di Jakarta membeberkan keterlibatan Tom Lembong dalam kasus tersebut bermula pada tahun 2015. Saat itu, dalam rapat koordinasi yang dilakukan antar kementerian, disimpulkan Indonesia sedang mengalami surplus (kelebihan) produksi gula. Karena itu tidak perlu dilakukan impor gula.
Pada tahun yang sama, Tom Lembong selaku Mendag kala itu, akhirnya membuka kran izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP.