Qnews.co.id – Kasus video syur yang melibatkan Lisa Mariana memasuki babak baru setelah pengakuan mengejutkan dari sang konten kreator.
Di tengah upaya hukum yang ia tempuh sebagai korban penyebaran konten tanpa izin, Lisa secara terbuka mengakui bahwa sebagian video yang beredar memang dibuat untuk tujuan komersial.
Lisa Mariana menyatakan bahwa beberapa konten intim yang ia produksi, termasuk bersama pria bertato seperti dalam video viral tersebut, ditujukan untuk penjualan di platform eksklusif.
“Saya memang membuat konten untuk dijual secara terbatas. Tapi itu semua di bawah persetujuan dan dalam ruang privat,” ujar Lisa melalui pernyataan tertulis yang disampaikan oleh kuasa hukumnya.
Pengakuan ini menambah kompleksitas dalam proses hukum dan persepsi publik. Di satu sisi, Lisa Mariana tampak memiliki kendali atas sebagian kontennya dalam konteks transaksi di platform berbayar. Namun di sisi lain, penyebaran luas tanpa izin tetap menjadi akar dari persoalan yang tengah ia hadapi.
“Penting untuk membedakan antara pembuatan konten pribadi yang memang ditujukan untuk audiens terbatas dengan penyebaran ilegal secara massal. Ini dua hal yang sangat berbeda,” kata kuasa hukum Lisa.
Lebih lanjut, pengacara Lisa Mariana juga menegaskan bahwa tidak semua video yang beredar adalah bagian dari konten yang sengaja dibuat untuk dijual.
“Ada klaim kuat bahwa salah satu video yang viral justru direkam saat Lisa tidak dalam kondisi sadar. Itu sudah masuk ke ranah kriminal berat,” ujarnya.
Kasus ini juga menyingkap fenomena baru yang kian marak di kalangan generasi muda, yakni monetisasi konten pribadi melalui platform eksklusif seperti OnlyFans, Fansly, bahkan grup privat di Telegram.
Praktik ini, meski kontroversial, tumbuh di wilayah abu-abu antara kebebasan individu dan batas hukum digital.
Namun para ahli hukum dan aktivis privasi menegaskan, apapun motif awal pembuatan konten, distribusi tanpa izin tetap merupakan pelanggaran serius terhadap hak privasi dan martabat seseorang.
“Ini bukan soal moral, tapi soal hukum. Tanpa persetujuan, itu tetap kejahatan digital,” tegas salah satu pakar hukum siber.
Pihak berwenang diharapkan dapat mengusut tuntas aktor di balik penyebaran konten ilegal tersebut. Sementara itu, publik diimbau untuk lebih bijak dan tidak menjadi bagian dari mata rantai penyebaran konten privat yang melanggar hak individu.
Kasus Lisa Mariana menjadi pengingat penting akan betapa rapuhnya batas antara ruang privat dan konsumsi publik di era digital ini.