Permintaan Tinggi, Indonesia-Korea Selatan Dukung Pengembangan Talenta Digital

Hingga 2030 Indonesia membutuhkan 9 Juta Talenta Digital. Foto: digination.id

Qnews.co.id, JAKARTA – Di era yang serba digital seperti sekarang ini, setiap negara pasti membutuhkan sejumlah hal, seperti teknologi canggih dan juga talenta digital.

Talenta digital kini menuai sorotan, sebab segala kemajuan digital akan menjadi sia-sia, jika sumber daya manusia yang tersedia tidak mampu mengimbangi permintaan tersebut.

Bacaan Lainnya

Menyongsong tonggak bersejarah 100 tahun Indonesia merdeka, pemerintah telah menyiapkan peta jalan terkait Visi Indonesia Digital 2045. Setidaknya ada tiga pilar yang menyokong hal tersebut, yakni pemerintahan digital, ekonomi digital, dan masyarakat digital.

Hingga tahun 2030, diproyeksikan akan ada celah antara jumlah pasokan dan permintaan terkait talenta digital. Walaupun celah itu terus menipis, namun angkanya harus disikapi secara serius.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2023 menunjukkan, Indonesia telah mampu menghasilkan sebanyak 6,1 juta talenta digital. Hanya saja angka kebutuhannya memang lebih besar, yakni 10,5 juta. Jika di total kekurangannya mencapai 4,4 juta orang.

Kepala Balai Pelatihan dan Pengembangan TIK Kementerian Kominfo Hamdani Pratama menjelaskan untuk tahun 2030 nanti, diperkirakan selisihnya berada di angka 2,7 juta orang. Sebanyak 9,3 juta orang memiliki keterampilan digital dari pendidikan formal ternyata belum cukup untuk memenuhi permintaan di masa depan yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 12 juta.

“Kami menyediakan pelatihan informal atau dikenal sebagai kursus jangka pendek terkait talenta digital,” ujar Hamdani di Jakarta, Kamis (10/10).

Berhubung selisih pasokan dan permintaan talenta digital mencapai hampir 3 juta orang, maka setiap tahun pemeritah harus melatih rata-rata sekitar 458.000 orang agar memiliki talenta digital.

Langkah yang dipilih pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kominfo, adalah dengan membangun Pusat Talenta Digital. Pusat pelatihan tersebut akan memberikan training dan sertifikasi agar SDM menjadi mapan teknologi digital dan mampu mengiringi perkembangan yang super cepat.

Belajar AI

Hamdani Pratama menjelaskan pelatihan di level paling dasar yang diberikan adalah cara membuka surel. Sementara saat ini, muncul kecerdasan buatan (AI) sebagai salah satu produk kemajuan teknologi di bidang digital yang perkenalan dan penggunaannya kian masif di berbagai aspek.

Menurut Hamdani, untuk tahap awal, yang penting diajarkan adalah etika pemanfaatan AI. Hal itu terkait dengan perkembangan AI yang berlangsung begitu cepat, seiring pemanfaatannya yang disertai ancaman.

”Kabar baiknya, kami juga telah berkolaborasi dengan Pusat Pelatihan TIK Asia-Pasifik di bawah naungan PBB (APCICT). Kolaborasi terkait modul pelatihan etika AI menggunakan standar global,” papar Hamdani.

Artinya, dimanapun nantinya para peserta pelatihan bekerja, di Indonesia atau luar negeri, mereka telah mempunyai etika dengan standar yang sama.

Peran Korea Selatan

Menyiapkan talenta digital yang mumpuni, kata Hamdani, menjadi bukti soal pentingnya kolaborasi dengan negara lain, utamanya terkait perkembangan pesat teknologi. Korea Selatan merupakan salah satu negara penting tersebut.

Kerja sama denga Korsel telah dilakukan sejak tahun 2009. Kementerian Kominfo bersama Badan Pemerintah Korea yang mengurus bantuan bagi negara-negara berkembang (KOICA) telah membangun Balai Pelatihan dan Pengembangan TIK (BPPTIK).

Balai yang dikenal dengan sebutan Korea-Indonesia ICT Training Center itu dibangun di kawasan Cikarang, Bekasi. Untuk operasional balai telah dibuka sejak tahun 2011, dengan jumlah peserta sebanyak 432 orang yang berasal dari masyarakat umum.

Angkanya kemudian terus berkembang, hingga 2022 lalu tercatat mencapai 37 ribu peserta. Mereka terdiri dari masyarakat umum, ASN, dan lulusan vokasi. Secara total, kata Hamdani, ICT Training Center telah mencetak 63 ribu lebih alumni.

Lalu kemana para talenta digital itu menyalurkan ilmu yang dimiliki? Di tingkat nasional, kata Hamdani, terdapat sedikitnya 16 bidang kompetensi pekerjaan yang tersedia. Tahun depan (2025), kelompok talenta digital itu akan dibuat lebih ramping dengan enam bidang kelola saja.

Keenam area itu, yakni tata kelola TIK, pengembangan produk, data science, keamanan siber, infrastruktur digital, dan layanan teknologi informasi.

Pemilik talenta digital, kata Hamdani, nantinya akan mengisi posisi-posisi dalam pemerintahan digital. Termasuk juga dengan kerja sama yang digagas antara Indonesia dengan Korea Selatan.

Manajer Pengembangan Internasional di Institut Informasi Paten Korea, Janet Sohlhee Yu, menilai beragamnya area kerja sama digital telah membuktikan eratnya hubungan kedua negara.

Salah satu praktik terbaik dari kolaborasi tersebut dikenal sebagai SP4N-LAPOR! yakni layanan online pengaduan masyarakat. Secara teknik, terdapat tiga pihak yang terlibat, yakni KOICA, UNDP (Badan PBB untuk Program Pembangunan), dan Kementerian PAN-RB.

Pada proyek itu, telah dibangun suatu sistem yang baru. Penguatan sistem juga berarti penguatan kapasitas SDM untuk mengelolanya, termasuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan sistem digital tersebut.

Hasilnya, tercatat 1,9 juta pengguna terdaftar dalam sistem SP4N-LAPOR! pada rentang hingga Desember 2023. Adapun waktu penyelesaian pengaduan telah dipangkas signifikan, dari 14 hari menjadi hanya 5 hari saja.

Saat ini, kerja sama Indonesia dan Korea Selatan dalam bidang teknologi digital masih terus berlanjut dan kian erat. Setelah 15 tahun pasca-pembangunan ICT Training Center, pemerintah berencana membangun pusat edukasi lainnya.

Pada tahun 2024, pembicaraan tentang pembangunan pusat edukasi lainnya kian serius dibahas. Pusat edukasi itu meliputi pembangunan Pusat Talenta Digital di IKN Nusantara atas dana hibah KOICA, hingga proyek Sekolah Digital Korea-ASEAN yang berfokus pada AI, data science, dan coding.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan