Qnews.co.id, JAKARTA – Pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Angkringan Omah Semar, Solo, pada Minggu malam (3/11), menarik perhatian publik dan mengundang berbagai spekulasi.
Menurut pengamat komunikasi politik, M. Jamiluddin Ritonga, pertemuan itu merupakan pertemuan tingkat dewa.
“Pertama-tama, pertemuan tersebut sangat mungkin membahas Pilkada, khususnya di Jawa Tengah. Kehadiran calon gubernur Jawa Tengah dan calon wali kota Solo di lokasi yang sama, meskipun di lantai berbeda, memperkuat dugaan ini,” ujar Jamiluddin saat diwawancarai Qnews.co.id pada Senin (4/11).
Indikasi ini semakin kuat dengan keterlibatan calon-calon tersebut dalam mengantar Prabowo ke bandara usai pertemuan. Ini menandakan bahwa Prabowo dan Jokowi mungkin sedang menyusun strategi untuk peta politik daerah.
Bagi Jokowi, mengamankan kemenangan di Jawa Tengah dan Solo adalah harga diri politik. “Kekalahan calon-calon yang didukung Jokowi di dua wilayah ini dapat melemahkan pengaruh politiknya dan menempatkannya dalam bayang-bayang PDI Perjuangan, terutama Megawati Soekarnoputri,” lanjut Jamiluddin.
Solo dan Jawa Tengah selama ini dikenal sebagai benteng kuat PDI Perjuangan. Namun, Jokowi tampaknya berambisi mengubah peta politik ini dengan mendukung paslon pilihannya. Dalam konteks inilah, pertemuan dengan Prabowo dianggap sebagai langkah untuk mengamankan dukungan yang diperlukan guna memenangkan kontestasi politik lokal.
Jamiluddin mencatat, keterlibatan Jokowi dalam politik daerah, meski tidak lagi menjabat sebagai presiden, menunjukkan upayanya untuk terus memiliki pengaruh kuat.
“Jokowi tampaknya ingin memastikan bahwa politik trahnya tetap terjaga dan bahkan semakin kuat dalam lima tahun ke depan. Hal ini penting untuk memastikan kelanjutan Gibran dalam peta kekuasaan,” kata dosen komunikasi Universitas Esa Unggul ini.
Pertemuan di Angkringan Omah Semar, dengan semua simbol kesederhanaannya, ternyata penuh makna strategis. Hanya dengan duduk bersama Prabowo di Solo, Jokowi seakan mengirim sinyal bahwa ia tetap memiliki kendali dan pengaruh besar dalam percaturan politik nasional.
Namun, ada risiko dalam dinamika ini bagi Prabowo. Jamiluddin mengingatkan bahwa kedekatan Prabowo dengan Jokowi dapat memunculkan persepsi bahwa kepemimpinannya kurang independen.
“Jika sering terlihat bersama, Prabowo bisa dianggap sebagai perpanjangan tangan Jokowi, yang tentunya berpotensi menciptakan kesan ‘matahari kembar’ di kancah politik,” jelasnya.
Hal ini, menurut Jamiluddin, bisa mereduksi wibawa Prabowo sebagai presiden yang seharusnya tampil otonom dalam mengambil kebijakan. “Sebaiknya, Prabowo mulai mengurangi pertemuan semacam ini agar tetap diakui sebagai presiden yang mandiri,” sarannya.
Meski pertemuan itu berlangsung di tempat yang terkesan sederhana, percakapannya jelas tidak biasa. Prabowo hanya sempat mengungkapkan bahwa ia menikmati nasi goreng Jawa yang disajikan malam itu. Saat ditanya soal topik pembicaraan, ia hanya menjawab singkat, “Masalah ini dan itu.”
Jokowi, dengan senyum khasnya, memilih diam dan tidak menjawab pertanyaan wartawan. Di sudut angkringan, hadir juga calon gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dan calon wali kota Surakarta Respati Ardi, yang mengaku tidak sempat berbincang lebih jauh dengan kedua tokoh nasional itu.
“Hanya menyapa, tapi tidak sempat ngobrol,” ujar Cawakot Surakarta itu.
Pertemuan di Solo ini mengisyaratkan bahwa kota tersebut tetap menjadi panggung penting bagi pergeseran kekuatan politik di Indonesia, dengan Jokowi yang ingin menunjukkan bahwa ia masih mampu mengguncang peta politik tanah air sesuai keinginannya.