Qnews.co.id – Ribuan warga rumah susun dari berbagai wilayah DKI Jakarta menggelar aksi damai di depan Balai Kota DKI Jakarta. Mereka memprotes kebijakan penggolongan pelanggan air bersih PAM Jaya yang dinilai tidak adil dan merugikan warga dan dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tinggal di rumah susun (rusun).
Aksi ini dimotori Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (DPP P3RSI) dan diikuti sekitar 40 Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS ) yang mewakili lebih dari 200 ribu pemilik, penghuni, dan penyewa rusun.
Berbagai protes kepada Gubernur Pramono Anung pun diekspresikan di puluhan spanduk. Kalimat-kalimat tersebut antara lain:
”Penghuni Rusun Diperlakukan Tidak Adil, Tarif dan Golongannya Disamakan Gedung Komersial”
“Pak Gubernur Jakarta Jangan Jadikan Rusun Korban Kebijakan Komersialisasi yang Salah Kaprah!”
”Gubernur Jangan Tutup Telinga Terhadap Fakta Penggolong Pelanggan Rusun Pam Jaya Yang Keliru!”
”Kami Menggugah Nurani Gubernur DKI Jakarta, Penghuni Rumah Susun Juga Wargamu!”
”Pak Gubernur Jangan Rajin Ke Mail Aja, Sekali-Kali Ke Rusun Lihat Berapa Mahalnya Air Bersih Kami !!P
”Pak Gubernur Mana Janji Kampanye, Katanya Adil Kepada Semua Warga!!!”
“Hentikan Komersialisasi Air Bersih PAM Jaya Untuk Rumah Susun Subsidi!!!”
Dalam orasinya di depan kantor Gubernur DKI Jakarta, Ketua Umum DPP P3RSI, Adjit Lauhatta menegaskan, aksi ini dipicu oleh Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.730/2024 tentang Tarif Air Minum PAM Jaya, yang menggolongkan rumah susun sebagai pelanggan komersial (Kelompok K III), setara dengan mal dan apartemen mewah.
Kepgub ini jelas-jelas beraroma ketidakadilan yang sangat kental, karena “memaksa” warga rumah susun yang golongan sebagai Apartemen masuk dalam K III (khusus pelanggan gedung-gedung komersial) yang harus membayar tarif air bersih PAM Jaya lebih dari mahal (Rp21.550) dibanding dengan Rumah Tangga di Atas Menengah dan Rumah Susun Mewah (Rp.17.500).
“Kami tak paham mengapa Pak Gubernur seakan tutup mata dengan hal ini, padahal sudah puluhan anggota kami yang keluhan hal ini. Sampai-sampai kami sudah buat puluhan Laporan Masyarakat di Balai Kota dan sudah bersurat mohon beraudiensi. Tapi tidak ada satu pun yang ditanggapi. Jangan bertemu, surat-surat kami tidak ada yang ditanggapi,” kata Adjit.
Adjit menegaskan, P3RSI menilai penggolongan/klasifikasi dalam Kepgub tersebut keliru secara hukum dan bertentangan dengan prinsip keadilan sosial. Untuk itu berharap Gubernur Pramono mau mendengarkan aspirasi warganya yang tinggal di rusun.
Adjit mengatakan, target aksi kali ini berharap dapat bertemu langsung dengan Gubernur Pranomo. Jika hari pertama aksi (21/7) tak ditemui, peserta aksi akan melanjutkan ke hari berikutnya dengan mengutus perwakilan sekitar 30 orang ke Pendopo Balai Kota seharian sampai ditemui Gubernur.
”P3RSI berharap aksi ini membuka ruang dialog dan mendorong revisi kebijakan yang lebih berpihak pada keadilan sosial. Tapi kalau dengan aksi ini Pak Gubernur pun tak mau ketemu dengan warganya, maka P3RSI bersama-sama warga rusun Se-DKI Jakarta akan menggugat dengan mengajukan Uji Materiil ke Mahkamah Agung,” tegasnya.
Rusunami bayar air PAM lebih mahal
Sementara itu, Ketua PPPSRS Kalibata City Musdalifah Pangka, menyoroti dampak langsung terhadap warga MBR yang tinggal di rusunami subsidi, namun dikenai tarif rumah susun menengah karena penempatan Jenis Pelanggan yang salah.
“Jenis Pelanggan Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik) norabene mendapat subsidi pemerintah, penempatannya keliru. Rusunami diklasifikasikan sebagai Rumah Susun Menengah (Kode Tarif 5F3) membayar tarif Rp12.500 m?, bukan Rumah Susun Sederhana (Kode Tarif 5F2) yang tarifnya Rp7.500,” kata Musdalifah.
Akibatnya, lanjut Musdalifah, warga Rusunami Kalibata City yang sebagian besar adalah kalangan MBR, harus bayar tarif air PAM sama dengan masyarakat kelas menengah. Dia menagih janji kampanye Pranomo — Rano yang saat Pilgub ingin mensejahterakan warga DKI Jakarta.
Senada dengan Musdalifah, Ketua PPPSRS Royal Mediterania Garden Residences Yohannes Menegaskan bahwa rusun dengan fungsi hunian seharusnya masuk dalam Kelompok K II sesuai dengan definisi Peraturan Gubernur DKI Jakarta, Nomor, 37 Tahun 2024, Tentang Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya, khususnya dalam Pasal 12, ayat (1):
“Kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, menampung jenis Pelanggan rumah tangga yang menggunakan Air Minum untuk memenuhi Standar Kebutuhan Pokok Air Minum sehari hari dengan membayar Tarif Dasar.”
“Jadi bukan K III yang jelas-jelas diartikan sebagai jenis Pelanggan yang menggunakan kebutuhan Air Minum untuk mendukung kegiatan perekonomian dengan membayar Tarif Penuh. Kami satu kelompak dengan Perusahaan Perdagangan, mal, perkantoran, Pabrik, Gudang Perindustrian, bahkan Pelabuhan Laut dan Udara,” ungkap Yohannes.
Baik Musdalifah maupun Yohannes heran, mengapa Gubernur tetap bersikukuh tidak mau menyesuaikan penggolongan pelanggan rusun air bersih PAM Jaya ini? Padahal ini sudah terang benderang kekeliruannya, dan merugikan rakyatnya.
Mudah-mudah ini tak ada kaitannya dengan rencana PAM Jaya yang ingin (IPO) initial public ofjering di bursa saham. Sebagai (BUMD) Badan Usaha Milik Daerah harus PAM Jaya harus tidak meninggalkan fungsi sosialnya untuk mensejahterahkan rakyat, khusus MBR.