Saatnya Berkunjung ke Perpustakaan, Cara Mudah Membangun Literasi

Sejumlah warga Kota Madiun mengakses perpustakaan dan taman bacaan yang ada di tingkat keluarahan. Foto: Diskominfo Kota Madiun

Qnews.co.id, JAKARTA – September menjadi bulan yang berbeda, karena dinobatkan sebagai Bulan Gemar Membaca.

Setiap tanggal 14 September juga diperingati sebagai Hari Kunjung Perpustakaan (HKP) berdasarkan ketetapan Presiden Soeharto kepada Kepala Perpustakaan Nasional RI dengan Surat Nomor 020/A1/VIII/1995 tertanggal 11 Agustus 1995.

Melalui penetapan Hari Kunjung Perpustakaan, pemerintah memiliki obsesi besar dalam pembangunan SDM unggul berliterasi mumpuni. Melalui hari kunjung perpustakaan, pemerintah berharap, masyarakat akan lebih aktif mengunjungi perpustakaan.

Keberadaan perpustakaan tidak akan pernah tergusur oleh pesatnya perkembangan teknologi. Hal itu semakin baik, ketika teknologi diadopsi untuk melengkapi fasilitas rumah buku itu sehingga bisa memenuhi kebutuhan dan selera kekinian.

Perpustakaan tetap menjadi pusat pengetahuan yang relevan di tengah banjir informasi yang acapkali tidak terverifikasi karena begitu mudahnya diakses melalui internet.

Perpustakaan yang menyediakan sumber-sumber terkurasi tentu saja lebih dapat dijadikan acuan ketimbang informasi liar yang bertebaran di jagat maya atau website abal-abal.

Sejatinya perpustakaan memiliki banyak kelebihan, di antaranya memiliki koleksi buku-buku langka, jurnal akademik, atau arsip penting yang biasanya tidak tersedia secara daring.

Karena itu ada sejumlah alasan untuk tetap berkunjung ke perpustakaan. Sejumlah manfaat perlu kita pertimbangkan, di antaranya:

– Interaksi sosial. Berkunjung ke perpustakaan akan mempertemukan kita dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama. Minimal suka membaca, berpikiran terbuka, haus pengetahuan, berwawasan, bersedia diajak diskusi. Dari sana akan terbentuk sebuah komunitas penggerak literasi.

– Rekreasi ilmiah. Perpustakaan masa kini bukan hanya terdiri atas rak, buku-buku dan meja kursi, melainkan telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas ruang kreasi dan inovasi berteknologi. Dengan begitu, para pemustaka berkesempatan melakukan eksplorasi hobi yang menaikkan kualitas intelegensi.

– Suasana bersama. Belajar atau membaca sendirian mungkin lebih khusuk, tetapi membaca dengan banyak teman di ruang perpustakaan akan memperoleh suasana yang lebih mendukung. Serupa dengan orang makan di restoran yang ramai pelanggan, biasanya lebih lahap ketimbang makan sendirian. Membaca sendirian cenderung bersifat searah, sedangkan membaca bersama bisa saling bertanya dan bertukar pikiran sehingga memperoleh banyak perspektif.

– Memanfaatkan fasilitas. Bagi masyarakat yang belum memiliki perangkat komputer dan jaringan internet di rumahnya, berkunjung ke perpustakaan menjadi ide yang bagus. Pelajar atau mahasiswa dapat mengerjakan tugas dengan fasilitas komputer dan koneksi wifi secara cuma-cuma.

Menjangkau lebih banyak pembaca

Meski pertumbuhan minat masyarakat terhadap kegiatan rekreasi ilmiah di perpustakaan terbilang lambat, kondisi tersebut tak menyurutkan pembangunan infrastruktur fasilitas baca.

Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum, perpustakaan daerah, perpustakaan kampus/sekolah, hingga perpustakaan komunitas dan beragam tempat baca lainnya telah dibangun untuk menjangkau para pemustaka.

Perpustakaan Nasional di Jakarta dengan 27 lantai setinggi 126,3 meter, menjadikannya sebagai perpustakaan tertinggi di dunia.

Bangunan seluas 50.917 m2 itu menjadi pusat koleksi buku, dengan berbagai fasilitas seperti area budaya baca, pusat data, ruang teater, layanan audiovisual, serta menjadi lokasi kantor Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Hal serupa terjadi dengan perpustakaan di daerah. Tak hanya berupa gedung dan fasilitas pendukung, perpustakaan menganut paradigma baru dalam menjemput pembaca dengan perpustakaan keliling.

Sarana dan prasarana yang digunakannya pun beragam menyesuaikan kondisi lapangan dan anggaran. Ada yang menggunakan mobil, sepeda motor, becak, hingga perahu. Singkatnya, segala upaya dilakukan para pengelola perpustakaan untuk memastikan seluruh lapisan masyarakat tersentuh oleh buku.

Anggota masyarakat yang memiliki rezeki berlebih seolah tak mau kalah. Mereka ikut berlomba membangun wahana pustaka dalam bermacam rupa yang membuat para pembaca betah berlama-lama.

Ada ruang baca yang diselipkan dalam konsep kafe, perpustakaan yang terintegrasi dengan bengkel seni, bahkan benar-benar perpustakaan yang didirikan perseorangan dengan ruangan yang nyaman dan bangunan menawan.

Omah Library di Kota Tangerang dan Baca Di Tebet di Jakarta Selatan salah satu contoh perpustakaan swasta yang membanggakan karena pelibatan masyarakat dalam mencerdaskan bangsa.

Ada juga perpustakaan daerah yang cukup menonjol karena keunikan bangunan dan kemegahannya, seperti Grhatama Pustaka milik Pemda Yogyakarta dan Soeman HS punya Pemprov Riau.

Goethe Institut dan Erasmus Huis di Jakarta juga dicatat dalam daftar perpustakaan unik milik lembaga. Keduanya milik Pusat Kebudayaan Jerman dan Belanda yang bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia.

Di luar itu, tentu masih banyak perpustakaan dengan berbagai daya tarik yang sengaja diciptakan untuk meningkatkan wisata pustaka. Tanpa kemasan berunsur wisata dan hiasan estetika, perpustakaan akan ditinggalkan oleh masyarakat yang memang rendah minat baca atau telah bermigrasi ke perpustakaan virtual melalui internet.

Internet sebagai mesin pencari yang canggih dengan kecerdasan artifisial menjadikannya sebagai perpustakaan raksasa di dunia maya. Kendati demikian, perpustakaan fisik tetaplah relevan mengingat berbagai kelebihan yang ditawarkan.

Tingkatkan literasi

Perbedaan antara bangsa yang memiliki literasi dengan masyarakat rendah literasi terlihat saat mereka menyikapi beragam persoalan.

Indonesia dalam menyongsong Indonesia Emas, tentu ingin dikenal sebagai masyarakat dengan literasi terbaik. Karena itu, pemerintah gencar mendorong literasi.

Pasalnya, SDM dengan literasi tinggi akan memiliki kemampuan transendensi melampaui masa kini. Sikap visioner juga  dibutuhkan untuk mendorong kemajuan bangsa.

Gerakan Gemar Membaca dan peringatan Hari Kunjung Perpustakaan merupakan bagian dari ikhtiar menaikkan tingkat literasi masyarakat.

Karena itu, aktivitas membaca buku memiliki banyak manfaat. Selain bertambahnya wawasan juga penting untuk menjaga kesehatan mata dan mental.

Saat ini, membaca buku fisik lebih disarankan ketimbang membaca buku digital. Membaca buku fisik memberi Anda pengalaman sensoris yang lebih nyata, mengurangi paparan radiasi layar, serta tidak memerlukan daya dan teknologi.

Segala hal yang berbau teknologi memang lebih praktis, namun berefek samping. Sedangkan membaca buku fisik dengan cara tradisional terkesan repot namun jauh lebih sehat.

Saat kita mencari-cari buku di rak, menemukan dan mengambilnya, lalu membaca dengan membalikkan lembar demi lembar, menjadikan hal itu sebagai sensasi yang menarik.

Membaca buku fisik juga membuat fokus dan konsentrasi lebih baik karena kurangnya gangguan. Berbeda dengan membaca buku digital melalui gawai yang tersambung internet. Biasanya akan banyak godaan untuk berselancar ke berbagai situs atau media sosial, belum lagi terganggu iklan yang berseliweran.

Anne Mangen dari Universitas Stavanger (UiS) dan Adriaan van der Weel dari Universitas Leiden, dalam penelitiannya di tahun 2016 mengungkapkan buku fisik memberikan pengalaman fisik yang jelas, sedangkan e-book tidak memiliki pengalaman fisik yang sama.

Mempertimbangkan efek buruknya, beberapa negara maju kini membuat kebijakan untuk meninggalkan teknologi dan kembali ke cara-cara tradisional.

Seperti di Kota Riihimaki, sebuah kota berpenduduk sekitar 30.000 jiwa, 70 km di utara Helsinki Finlandia, pada tahun ajaran baru ini kembali ke pena dan kertas (buku fisik). Mereka mulai meninggalkan komputer jinjing, gawai, ponsel dan perangkat teknologi semacamnya. Mereka meyakini cara itu lebih sehat bagi anak-anak.

Karena itu, mari kita membaca dengan cara yang sederhana. Membaca tidak harus dengan gadget mewah. Pasalnya, banyak negara maju kembali ke cara-cara yang sederhana untuk meningkatkan literasi masyarakatnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan