Surabaya Gagal sebagai Kota Layak Anak karena Izinkan World Tobacco Asia 2024

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar konferensi pers bertajuk “Penolakan Penyelenggaraan World Tobacco Asia 2024 & World Vape Asia di Kota Surabaya: Lindungi Anak Sebagai Generasi Masa Depan dari Ancaman Bahaya Asap Rokok” berlangsung di Hallo Surabaya, Kertajaya, Kamis (8/8/2024). Foto: Unair

Qnews.co.id, JAKARTA – Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) bersama Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) menolak pameran rokok internasional World Tobacco Asia (WTA) 2024 yang berlangsung di Surabaya pada 9-10 Oktober 2024.

Ketua Umum IYCTC Manik Marganamahendra mengungkapkan penolakan tersebut. Pihaknya juga telah berkirim surat kepada PJ Gubernur Jawa Timur, PJ Walikota Surabaya, serta Kementerian Kesehatan terkait World Tobacco Asia (WTA) 2024.

Manik menekankan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh acara yang mempromosikan industri rokok, terutama terhadap generasi muda. Pasalnya, generasi muda menjadi target pasar produk tembakau, termasuk rokok elektronik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).

Penyelenggaraan acara itu, kata Manik, bertentangan dengan visi Surabaya yang telah dinobatkan sebagai Kota Layak Anak (KLA) dengan predikat Utama sebanyak enam kali dan resmi menjadi Kota Layak Anak Dunia melalui akreditasi yang dikeluarkan oleh United Nations Children’s Fund (UNICEF).

“IYCTC dan ISMKMI berduka atas tertutupnya kota Surabaya oleh asap industri rokok yang mengancam Surabaya sebagai Kota Layak Anak,” ujarnya.

Mengizinkan WTA diadakan di Surabaya, ujar Manik, merupakan sebuah ironi besar. Surabaya, yang mendapat predikat sebagai Kota Layak Anak tingkat internasional dan nasional, tidak seharusnya menjadi tuan rumah bagi acara yang mempromosikan produk tembakau.

“Itu justru berbahaya bagi anak-anak” tegas Manik.

Pameran itu dinilai melanggar sejumlah regulasi penting, di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur pelarangan promosi produk tembakau di ruang publik, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 hingga Peraturan Walikota Nomor 110 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

“Padahal KTR dirancang untuk melindungi anak-anak dan remaja dari bahaya paparan rokok,” katanya.

Pelaksanaan WTA 2024 dinilai justru akan meningkatkan prevalensi perokok elektronik muda. Data di Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi penggunaan rokok elektronik di kalangan remaja Indonesia mencapai 2,8%.

“Sedangkan Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan prevalensi perokok elektronik melonjak hingga 3%, naik sepuluh kali lipat sejak 2011,” ujar Manik.

Pelaksanaan WTA 2024, kata Manik, bukti pelanggaran terhadap indikator nomor 17 Kota Layak Anak yang tegas melarang adanya iklan, promosi dan sponsorship rokok.

Tak hanya itu, WTA 2024 justru membuka peluang perluasan market yang bisa mengancam anak-anak terlebih dengan hadirnya rokok elektronik dalam World Vape Asia yang diselenggarakan bersamaan.

“Hal itu mengancam Kota Surabaya bisa gagal mencapai Kota Layak Anak Paripurna,” terang Manik.

Dari sisi ekonomi, dampak buruk rokok sangat signifikan. Project Officer IYCTC Daniel Beltsazar menjelaskan bahwa rokok telah menyebabkan 846.123 kematian berlebih dan mengakibatkan hilangnya 416 juta Quality Adjusted Life Years (QALYs).

Kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai Rp153 triliun per tahun dalam Produk Domestik Bruto (PDB), terutama akibat penurunan produktivitas di kalangan usia kerja.

“Secara keseluruhan, Indonesia kehilangan hingga Rp 2.755 triliun karena dampak rokok, sebuah angka yang menghambat pencapaian visi untuk membangun SDM Unggul dan menjadi kekuatan ekonomi global,” ujarnya.

Pameran WTA 2024 tidak hanya berdampak pada kesehatan dan ekonomi, tetapi juga mengancam ribuan pekerjaan di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT).

“Tren mekanisasi dalam industri rokok mempercepat pemutusan hubungan kerja di pabrik-pabrik SKT, meminggirkan buruh yang selama ini menggantungkan hidup pada industri ini,” ungkap Daniel.

Gelaran WTA 2024 yang mempromosikan teknologi mesin rokok, menurut Daniel, hanya akan mempercepat mekanisasi yang semakin memarjinalkan buruh dan bertentangan dengan upaya perlindungan tenaga kerja.

Menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh pameran tersebut, Daniel memastikan lembaganya dan ISMKMI terus mendesak Gubernur Jawa Timur dan pemerintah daerah agar membatalkan pelaksanaan acara tersebut.

Sementara itu, Manik mengingatkan bahwa Surabaya harus kembali berkomitmen sebagai Kota Layak Anak. Kota Surabaya harus berfungsi sebagai garda terdepan dalam melawan promosi rokok untuk melindungi generasi muda dari risiko adiksi nikotin.

“Keputusan ini lebih dari sekadar menolak pameran. Ini adalah langkah strategis untuk menjaga masa depan bangsa kita,” tandas Manik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan