Faktor Geopolitik, Kebijakan Energi dan Pemilu AS turut Pengaruhi Pasar Minyak

Minyak mengalami sedikit kenaikan, didorong oleh rencana AS untuk mengisi kembali Cadangan Minyak Strategis (SPR). Foto: foreximf

Qnews.co.id, JAKARTA – Analis Quotient Fund Indonesia Devin Emilian menjelaskan GLD saat ini berada pada harga USD253,51 dengan RSI 62,01.

“Ini menunjukkan momentum bullish kuat, namun mendekati kondisi overbought,” kata Devin kepada Qnews.co.id di Jakarta, Jumat (1/1).

Bacaan Lainnya

Sepanjang tahun ini, menurut Devin, emas menjadi salah satu komoditas dengan kinerja terbaik, mencatat kenaikan harga sekitar 34%. Lonjakan harga disebabkan oleh ketidakpastian global, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, serta kekhawatiran menjelang pemilu AS yang akan datang.

“Banyak investor beralih ke emas sebagai investasi aman (safe haven), didukung oleh lonjakan pembelian oleh bank sentral, terutama dari China, serta investor ritel yang mengalihkan dana mereka ke ETF emas dan pembelian fisik,” paparnya.

Namun, GLD baru-baru ini mengalami koreksi harga setelah mencapai rekor tertinggi, yang kemungkinan dipicu oleh aksi ambil untung setelah indikator RSI mencapai level overbought.

Sementara itu, SLV saat ini berada di USD29,81 dengan RSI 51,84. Ini menunjukkan kondisi netral.

“Seperti emas, perak telah naik karena ketegangan politik internasional, yang menarik minat investor terhadap ETF SLV,” paparnya.

Namun, harga perak juga mengalami penurunan mendadak yang kemungkinan terjadi karena aksi ambil untung.

Meski demikian, permintaan terhadap perak (SLV) tetap kuat sebagai komoditas lindung nilai terhadap inflasi, khususnya di tengah ketidakpastian kebijakan ekonomi AS dan geopolitik yang mungkin mempengaruhi harga jangka pendek.

Berikutnya minyak (USO) berada pada harga USD73,08 dengan RSI 50,32. Ini mencerminkan kondisi pasar yang relatif netral.

Minyak mengalami lonjakan harga baru-baru ini, terkait ketegangan di Timur Tengah, di mana intelijen Israel melaporkan bahwa Iran mungkin berencana membalas serangan Israel.

“Aksi itu termasuk penggunaan drone dan rudal balistik, yang dapat menimbulkan ketidakstabilan di kawasan penghasil minyak utama dunia,” beber Devin.

Kendati demikian, tekanan harga tetap ada dengan potensi OPEC+ menambah pasokan mulai Desember. Survei terbaru menunjukkan tren harga minyak jangka panjang yang lemah untuk tahun 2025, dengan perkiraan harga rata-rata Brent hanya USD76,61, akibat lemahnya permintaan dari China dan potensi pasokan melimpah.

Faktor Geopolitik dan Pemilu AS pada 5 November akan turut mempengaruhi pasar minyak dan kebijakan energi AS. Trump dan Harris memiliki perbedaan kebijakan terkait sanksi, yang dapat memengaruhi produksi minyak di negara-negara OPEC+ seperti Rusia, Iran, dan Venezuela.

Trump lebih cenderung melonggarkan sanksi terhadap Rusia dan memberlakukan tekanan maksimal pada Iran, sedangkan Harris diperkirakan akan mempertahankan kebijakan sanksi ketat saat ini.

“Selain itu, OPEC+ memiliki hubungan kompleks dengan AS, terutama dalam hal pengaturan produksi saat harga minyak bergejolak,” paparnya.

Kesiapan OPEC+ untuk mengadakan pertemuan darurat juga menandakan bahwa pemilu AS dapat mengubah arah kebijakan minyak global.

“Ketidakpastian global, ketegangan geopolitik, dan pemilu AS yang akan datang membentuk dinamika pasar yang berpotensi terus volatil dalam beberapa bulan mendatang,” katanya.

Bagi investor, memantau perkembangan ini sangat penting karena kebijakan energi dan sanksi yang dihasilkan dari hasil pemilu dapat memengaruhi harga emas, perak, dan minyak secara signifikan.

Quotient Fund Indonesia adalah perusahaan konsulting keuangan global, berkantor pusat di Quotient Center Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dan dapat dihubungi di hotline 0811-1094-489

Pos terkait

Tinggalkan Balasan