Qnews.co.id, JAKARTA – Indonesia berniat melebarkan sayap dan menjadi pemain utama dalam ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). Karena itu, Indonesia melirik Benua Afrika yang memang memiliki beragam mineral yang dapat diperdagangkan.
Salah satu mineral yang banyak terdapat di Benua Induk (Mother Continent) itu adalah litium. Litium merupakan mineral kritis yang menjadi komponen penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
Sejak awal Indonesia menyadari betapa berharganya mineral kritis tersebut. Itu sebabnya, Indonesia menjalin kerja sama dengan Zimbabwe yang memang dikenal memiliki banyak cadangan litium.
Dalam sebuah pertemuan bilateral, Presiden Jokowi membeberkan bahwa Indonesia saat ini sedang menjajaki kerja sama dalam penambangan litium di Zimbabwe. Hal itu diungkaplkan presiden saat bertemu Wakil Presiden Zimbabwe K.C.D. Mohadi, di sela-sela Forum Indonesia-Afrika (IAF) ke-2, di Ruang Casablanca, Hotel Mulia Nusa Dua Bali, pada Senin, 2 September 2024.
Baca juga: Fortune Indonesia: BNI Masuk 100 Perusahaan Terbesar RI
Dalam pengantarnya, Presiden Jokowi menyoroti tiga isu utama dalam kerja sama antara Indonesia dan Zimbabwe. Pertama, terkait kerja sama ekonomi, sektor pertambangan dan pembangunan.
Khusus sektor pertambangan, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini sedang menjajaki kerja sama dalam penambangan litium di Zimbabwe. Menurut Presiden, ia akan menugaskan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia untuk mempercepat finalisasi nota kesepahaman terkait hal tersebut.
Sambutan hangat Zimbabwe
Pada pertemuan dua pimpinan negara tersebut, Zimbabwe menyatakan sikap untuk menyambut Indonesia dengan sepasang tangan yang terbuka lebar. Negara yang terkurung oleh daratan tersebut bahkan mengundang Indonesia untuk segera bertandang.
“Kami mengundang Indonesia untuk menjadi bagian dari Visi 2030 kami, dengan memanfaatkan berbagai peluang investasi di sektor pertambangan kami demi kebaikan bersama,” ucap Mohadi pada sesi Leaders’ Talk V Forum Indonesia-Afrika di Nusa Dua, Bali, Selasa (3/9).
Baca juga: Rela Datang dari Malaysia Hanya untuk Seminar Saham Quotient Fund
Kalimat pujian ditujukan kepada Indonesia oleh Mohadi. Dalam pidatonya ia menyebut Indonesia merupakan teladan dalam sektor pertambangan, terutama pada hilirisasi mineral hasil tambang.
Karena itu, pengalaman Indonesia dalam praktik hilirisasi nikel menjadi inspirasi dan edukasi bagi negara-negara di Afrika, khususnya Zimbabwe.
Hadirnya nilai tambah akibat hilirisasi nikel di Indonesia telah mendorong Zimbabwe untuk melakukan hal yang serupa terhadap litium yang mereka hasilkan. Harapannya, nilai jual litium yang selama ini mereka ekspor mentah akan meningkat nilai tambahnya.
Terlebih, sektor pertambangan merupakan tulang punggung dari pertumbuhan perekonomian Zimbabwe. Kontribusi sektor pertambangan pada penerimaan pendapatan negara melalui ekspor mencapai 60 persen.
Baca juga: Mengenal Trading Options, Dipandu Langsung oleh Alvin Lim
Oleh karena itu, Mohadi sangat terbuka kepada Indonesia yang berniat melakukan kerja sama di bidang penambangan litium guna mewarisi semangat hilirisasi.
Sebuah kerja sama yang dilandasi oleh prinsip kesetaraan dan keinginan untuk menciptakan ekosistem industri baterai EV, khususnya yang berbasis litium.
Selaras dengan keinginan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan turut memompa semangat negara-negara Afrika.
“Kalau Indonesia bisa, maka Afrika juga bisa,” ujarnya merujuk pada keberhasilan Indonesia dalam melakukan hilirisasi.
Baca juga: Alvin Lim Minta Pemerintah Tak Batasi Pembelian Dolar AS
Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, menempati posisi kedua terbesar untuk cadangan timah, serta penghasil bauksit dan tembaga.
Menurut Luhut, membantu negara-negara di Afrika melakukan hilirisasi litium dapat menjadi kepingan puzzle yang menyempurnakan desain pembangunan ekosistem industri baterai EV.
Kepentingan antara Indonesia dan Zimbabwe telah bertemu, terjalin, dan kini tinggal menanti pemerintah menuangkannya menjadi nota kesepahaman yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Luhut menjamin kerja sama yang terjalin akan bersifat setara. Indonesia tak akan menjadi mitra yang mendikte, tidak pula menempatkan diri sebagai sosok yang lebih dominan.
Baca juga: Seminar Kecerdasan Keuangan, Alvin Lim Ajarkan Main Saham dengan Mudah Hasilkan Cuan
“Kerja sama itu nantinya akan membawa semangat Selatan-Selatan. Mari bekerja bersama dalam semangat Kawasan Selatan (Global South),” ujar Luhut.
Peluang pasar
Wakil Menteri Luar Negeri RI Pahala N. Mansury menyoroti peningkatan populasi di negara-negara Afrika. Pahala mengungkapkan populasi Afrika mengalami peningkatan besar, yang saat ini saja sudah mencapai 1,4 miliar penduduk.
Tidak hanya sebagai lumbung litium, Indonesia harus memanfaatkan potensi pasar negara-negara Afrika. Besarnya populasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk melakukan diversifikasi pasar ke nontradisional.
“Melalui diversifikasi pasar, Indonesia berharap mendapatkan pasokan komoditas, perluasan tujuan ekspor, hingga potensi investasi di luar negeri,”ujar Pahala.
Baca juga: Ekuitas Minimum, OJK: 7 dari 147 PP Belum Penuhi Kewajiban
Sementara itu, data Bank Pembangunan Afrika menunjukkan pertumbuhan ekonomi kawasan mencapai 3,2 persen pada 2023, dengan estimasi lonjakan menjadi 3,8 persen pada 2024.
Potensi yang dimiliki oleh Afrika terlampau besar untuk dipandang sebelah mata, apalagi diabaikan. Afrika merupakan pintu yang terbuka bagi Indonesia.
“Karena itu momentum tersebut harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Ini merupakan saat yang tepat bagi bagi Indonesia bila ingin melebarkan sayapnya ke Afrika. Indonesia haruslah menjadi pemain utama dalam ekosistem kendaraan listrik, karena potensi yang dimiliki.