Qnews.co.id, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) RI mengabulkan upaya kasasi warga Pulau Kecil Wawonii dalam perkara gugatan pembatalan dan pencabutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP), perusahaan nikel milik Harita Group yang dimiliki oleh Lim Hariyanto pada Jumat 11 Oktober 2024.
Dalam perkara kasasi nomor 403 K/TUN/TF/2024 Majelis Hakim MA membatalkan putusan judex facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta nomor 367/B/2023/PT.TUN.JKT dan menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta bernomor: 167/G/TF/2023/PTUN.JKT.
Tim kuasa hukum warga Pulau Wawonii bernama ‘Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil’ (TAPaK) dari JATAM, Muhammad Jamil mengungkapkan hadirnya Putusan MA yang memenangkan warga Wawonii, maka PT GKP sudah kehilangan seluruh legitimasi untuk terus beroperasi di Pulau Wawonii.
“GKP harus berhenti sekarang juga untuk melakukan aktivitas di Pulau Kecil Wawonii karena sudah tidak memiliki legitimasi hukum dan sosial,” kata Jamil di Jakarta, Jumat (11/10).
Dalam lingkup yang lebih luas, menurut Jamil, putusan itu telah menjadi acuan bagi para penegak hukum dalam melakukan tindakan untuk menyetop segera seluruh aktivitas pertambangan di seluruh pulau kecil di Indonesia.
“JATAM menyerukan penegak hukum agar menindak aktivitas ilegal PT GKP di pulau-pulau kecil berdasarkan aturan undang-undang yang diperkuat dengan 4 putusan pengadilan, 3 putusan MA dan 1 putusan MK,” tegasnya.
Kuasa Hukum TAPaK lainnya, Arko Tarigan dari Trend Asia mengungkapkan, dari keempat putusan ini, sudah seharusnya PT Gema Kreasi Perdana angkat kaki segera dari Pulau Wawonii.
“Putusan MA ini menjadi kabar baik bagi perjuangan warga Pulau Wawonii, serta pulau-pulau kecil lainnya yang sekarang dalam ancaman pertambangan, dan sudah sepantasnya KLHK mematuhi putusan ini,” ujarnya.
Kami dari Koalisi TAPaK, kata Arko, “Mendesak Kementerian ESDM, KLHK serta Pemerintah Daerah Konkep untuk segera mencabut izin usaha pertambangan serta memerintahkan PT GKP bertanggung jawab melakukan pemulihan lingkungan yang rusak serta memberikan ganti kerugian kepada masyarakat Pulau Wawonii.”
Senada, Fikerman Saragih dari Kiara menjelaskan putusan MA tersebut semakin menguatkan perlindungan atas penyelamatan lingkungan (ekologi) dan masyarakat (sosial) yang hidup dan menjadi satu kesatuan di Pulau Wawonii.
Pemerintah seharusnya segera mengeksekusi putusan MA tentang IPPKH ini beserta Putusan MA tentang judicial review Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan serta Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023.
“Pemerintah juga harus membuktikan diri dapat menindak tegas perusahaan-perusahaan yang tidak taat hukum dengan menghukum PT GKP yang masih melakukan aktivitas pertambangan ilegal,” ujarnya.
Menurut Fikerman, putusan MA ini juga membuktikan bahwa pulau-pulau kecil dilarang untuk ditambang sebagaimana telah disebutkan dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“PT GKP harus angkat kaki dari Pulau Wawonii. Pulau Wawonii harus bebas dari pertambangan nikel dan pemerintah pusat wajib mematuhi dan tidak mengeluarkan ijin industri ekstraktif apapun di Pulau Wawonii,” tegas Fikerman.
Sementara itu, Edy Kurniawan dari YLBHI yang juga Tim Kuasa Hukum TAPaK, membeberkan bahwa 3 putusan MA plus 1 putusan MK membuktikan bahwa kegiatan pertambangan khususnya mineral kritis merupakan abnormally dangerous activity bagi ekosistem di pesisir, pulau-pulau kecil, dan kehidupan masyarakat pesisir.
“Putusan MK berlaku untuk semua wilayah pulau-pulau kecil di Indonesia tidak hanya Wawonii,” ujarnya. Karenanya Pemerintah wajib mencabut semua perizinan tambang di pulau-pulau kecil dan putusan MA seharusnya menjadi pedoman untuk itu.
Selanjutnya, terang Edy, atas nama negara hukum, PT GKP harus tunduk pada putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai dua lembaga peradilan tertinggi. Karena putusan in casu memiliki konsekuensi administratif, pidana maupun keperdataan.
“Sebelum aktivitas GKP menimbulkan kerugian lebih besar, Menteri KLHK maupun Menteri ESDM harus menunjukkan itikad baik dengan segera menertibkan kegiatan PT GKP di Wawonii tanpa menunggu salinan putusan MA secara resmi,” paparnya.
Bagi Pani Arpandi, warga Wawonii yang merupakan penggugat, menilai putusan MA seharusnya menguatkan pemerintah dari level daerah hingga provinsi, dan aparat penegak hukum untuk mengusir GKP dari Pulau Wawonii.
“Selama ini ada kesan keberpihakan pemerintah daerah, pemerintah provinsi, dan kepolisian kepada perusahaan, dengan tidak mengeksekusi putusan-putusan yang sudah sangat jelas menunjukkan aktivitas penambangan GKP adalah aktivitas ilegal. Kami berharap dengan adanya putusan ini, pemerintah pusat dan seluruh pihak terkait untuk tunduk dan melaksanakan putusan dengan mengusir GKP keluar dari Wawonii,” papar Pani.
Tayci, Rakyat Pejuang Wawonii, menilai kemenangan ini bukanlah hadiah dari penegak hukum, namun kekuatan solidaritas. Karena itu ia mengucapkan terima kasih ke semua pihak yang telah bersolidaritas untuk mengawal perjuangan warga Wawonii.
“Putusan MA ini adalah bentuk pengakuan dan perlindungan bahwa pesisir dan pulau-pulau kecil tidak untuk ditambang,” paparnya.
Dia menambahkan, “Kami, warga Wawonii, berterima kasih atas putusan MA yang mengabulkan permohonan kasasi dengan membatalkan IPPKH PT GKP di Wawonii.”
Selanjutnya Tayci meminta penegak hukum untuk segera menindak tegas GKP berdasarkan seluruh putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Sebab kemenangan-kemenangan warga Wawonii diabaikan oleh GKP yang masih berani melakukan aktivitas penambangan di pulau kami. Karena itu, kami meminta untuk segera mengusir PT GKP keluar dari Pulau Wawonii,” tandasnya.