Qnews.co.id, JAKARTA – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS) mengkritik keputusan MPR RI yang menghapus nama Soeharto dari Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Menurut Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya, keputusan yang dikeluarkan MPR tersebut tidak berdasar dan minim kajian historis. Seharusnya pemimpinan MPR mempertimbangkan secara mendalam.
“Kami sangat menyayangkan keputusan MPR RI tanpa dikaji lebih dalam sebelum mengeluarkan TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang KKN. Ini juga mengancam upaya pengungkapan kebenaran dan keadilan yang selama ini diperjuangkan,” katanya kepada Qnews.co.id di Jakarta, Senin (30/9).
Dimas menilai alasan MPR menghapus nama Soeharto karena meninggal sangat tidak masuk akal. Sebab, hal tersebut berpotensi memutihkan berbagai kejahatan yang dilakukannya selama berkuasa 32 tahun. Seperti pelanggaran hak asasi manusia, korupsi, serta penyalahgunaan kekuasaan.
“Tentu tidak serta merta dicabut karena alasan sudah meninggal. Pertanggungjawaban dengan meletakkan nama, apalagi nama pemimpin,” ujarnya.
“Itu merupakan salah satu upaya agar ada mekanisme kontrol terkait calon pemimpin yang akan datang, bahwa pemimpin yang akan datang tidak boleh melakukan satu pelanggaran, apalagi pelanggaran yang menyebabkan kerugian ekonomi negara,” sambungnya.
Dimas menduga penghapusan nama Soeharto dalam TAP MPR tersebut karena ada intervensi konflik kepentingan yang dilakukan mantan menantunya yaitu Presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Jangan sampai penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR No. XI/MPR/1998 didasari oleh konflik kepentingan yang dimiliki oleh Prabowo untuk sebisa mungkin memperbaiki citra dirinya dan andil keluarga Cendana atas kontribusi mereka terhadap sejarah kelam orde baru,” tandasnya.
