Melemahnya Ekonomi, Penjualan Emas di Tiongkok Alami Penurunan

Penjualan perhiasan emas di Tiongkok mengalami penurunan signifikan karena harga emas yang mencapai rekor tertinggi dan melemahnya ekonomi. Foto: Quotient Fund Indonesia

Qnews.co.id, JAKARTA – Analis Quotient Fund Indonesia Regen Lee mengungkapkan penjualan perhiasan emas di Tiongkok mengalami penurunan signifikan. Hal itu terjadi akibat harga emas yang mencapai rekor tertinggi dan melemahnya ekonomi.

“Biasanya, permintaan tinggi selama festival pertengahan musim gugur dan libur Hari Nasional, tetapi kenaikan harga emas hingga lebih dari US$2.600 per ons telah mengurangi pembelian,” ujar Regen kepada Qnews.co.id di Jakarta, Senin (23/9).

Bacaan Lainnya

Sejauh ini, kata Regen, investor global masih menggunakan emas sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi. Hanya saja, pasar ritel Tiongkok untuk perhiasan emas turun 27% pada paruh pertama 2024.

“Penurunan ini disebabkan oleh ekonomi yang melambat dan pendapatan rumah tangga yang menyusut, yang berdampak pada aktivitas ritel,” paparnya.

Pengecer di pasar utama seperti Shenzhen, kata Regen, melaporkan penjualan yang lebih rendah dari perkiraan. Bahkan beberapa konsumen mempertimbangkan untuk menjual perhiasan mereka untuk memanfaatkan harga emas yang tinggi.

Sementara itu, harga perak turun ke sekitar $30,50 karena pemulihan Dolar AS yang kuat, dengan para pedagang terbagi pendapat mengenai apakah Federal Reserve (Fed) akan memangkas suku bunga sebesar 25 atau 50 basis poin (bps) pada bulan November.

“Investor berfokus pada data awal PMI AS untuk bulan September,” paparnya.

Analisis teknis menunjukkan perak menghadapi tekanan jual di atas $31,00, turun mendekati $30,50. Indeks Dolar AS (DXY) naik 0,4% di atas 101,00, membuat investasi pada logam mulia seperti perak menjadi lebih mahal.

Komoditas lainnya, Shell sedang bersiap untuk menutup produksi minyak dan gas di anjungan Stones dan Appomattox di Teluk Meksiko sebagai tindakan pencegahan terhadap Gangguan Tropis 35.

“Sambil mengevakuasi personel yang tidak penting dari Koridor Mars,” ujar Regen.

Sebelumnya, Shell telah menghentikan produksi di beberapa aset akibat Badai Francine yang melanda Louisiana pada awal September, yang menyebabkan evakuasi besar-besaran dan penutupan produksi.

Setelah badai berlalu, Shell melanjutkan produksi di beberapa fasilitas dan kilang, termasuk Shell Norco dan Exxon Baton Rouge, yang mulai dibuka kembali pada 13 September.

“Fasilitas Shell Norco dan Geismar sedang kembali beroperasi normal, dengan hydrocracker Norco ditutup untuk pembalikan rutin yang direncanakan,” tandasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan