Qnews.co.id, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia berhasil meraih gelar doktor dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI).
Bahlil berhasil mempertahankan disertasi “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia” dalam Sidang Promosi Doktor di Makara Art Center UI Depok, Rabu (16/10).
Disertasi Bahlil menyoroti tentang pentingnya reformulasi kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia. Hal itu untuk menciptakan keadilan dan keberlanjutan bagi masyarakat, pengusaha, dan pemerintah daerah.
“Pemda belum mendapatkan dana transfer yang adil untuk mengatasi berbagai masalah sosial dan lingkungan di daerahnya. Pengusaha daerah juga belum terlibat secara maksimal dalam ekosistem hilirisasi, sementara itu kegiatan hilirisasi masih didominasi oleh investor asing,” papar Bahlil.
Selain itu, para investor di daerah belum memiliki rencana diversifikasi jangka panjang yang akan berdampak pada keberlanjutan hilirisasi di masa mendatang.
Dari penelitiannya, Bahlil mencatat bahwa hilirisasi selama ini telah menghasilkan dampak positif, khususnya bagi pemerintah pusat dan investor melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), investasi, dan ekspor.
Hanya saja, Bahlil juga menemukan adanya empat masalah pokok yang perlu segera dibenahi. Karena itu, ia merekomendasikan empat kebijakan penting.
Pertama, reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi agar menjadi lebih adil bagi pemerintah daerah.
“Kedua, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah untuk menciptakan nilai tambah terhadap lokal,” papar Bahlil.
Ketiga, tersedianya pendanaan jangka panjang bagi perusahaan nasional yang akan terlibat dalam hilirisasi.
“Terakhir, kewajiban melakukan diversifikasi bagi investor untuk memastikan keberlanjutan setelah cadangan mineral habis,” terangnya.
Bahlil juga menekankan tentang pentingnya pembentukan Satuan Tugas sesuai dengan mandat dari Presiden untuk mengoordinasikan kebijakan hilirisasi, baik dengan pemerintah maupun pelaku usaha. Ia juga mengusulkan penguatan tata kelola yang berorientasi pada hasil nyata, penerapan conditionalities, dan pendekatan yang iteratif dan eksperimental.
“Semoga hasil penelitian ini jadi panduan dalam kebijakan hilirisasi nikel dan memperkuat kelembagaan, serta tata kelola demi mendukung hilirisasi industri SDA yang berkeadilan dan berkelanjutan,” ujar Bahlil.
Bahlil tercatat sebagai mahasiswa doktor pada SKSG UI untuk tahun akademik 2022/2023 term 2 sampai 2024/2025 term 1.
Masa studi Bahlis sesuai dengan Peraturan Rektor UI Nomor: 016 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Program Doktor di UI pada pasal 14, menyebutkan bahwa Program Doktor dirancang untuk 6 (enam) semester, dan dapat ditempuh sekurang-kurangnya dalam 4 (empat) semester dan selama-lamanya 10 (sepuluh) semester.
Dengan bergelar doktor, Bahlil Lahadalia akan memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang tidak hanya berorientasi pada pengembangan kebijakan, namun juga memiliki pemahaman mendalam tentang tata kelola sumber daya yang berkelanjutan.
Sidang disertasi Bahlil diketuai oleh Prof Dr I Ketut Surajaya SS MA, dengan Prof Dr Chandra Wijaya M Si MM. sebagai promotor, dan Dr Teguh Dartanto SE ME, dan Athorm Subroto Ph D sebagai ko-promotor.
Adapun tim penguji terdiri dari para ahli seperti Dr Margaretha Hanita SH MSi, Prof Didik Junaidi Rachbini M Sc PhD, Prof Dr A Hanief Saha Ghafur, Prof Dr Kosuke Mizuno dan Prof Dr Arif Satria SP M Si.
Pada sidang tersebut turut hadir sejumlah pejabat tinggi, akademisi, dan tokoh industri yang memberikan apresiasi atas pencapaian Bahlil dalam menempuh pendidikan doktor di SKSG UI.