Qnews.co.id, JAKARTA – Pencemaran lingkungan laut dan kebiasaan membuang limbah, baik limbah domestik maupun industri ke sungai dan laut, menjadi keresahan tersendiri bagi masyarakat pesisir. Nelayan yang sehari-hari mengandalkan sumber daya laut dalam pemenuhan kebutuhannya kini terancam kehilangan mata pencarian.
Ketua Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) Hendra Wiguna mengungkapkan maraknya praktik-praktik yang mengesampingkan kesehatan sumber daya perairan menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat yang tinggal di pesisir.
“Kami temui di Belawan Kota Medan, nelayan KNTI menyampaikan bahwa sungai yang nantinya bermuara ke laut sudah tercemari oleh industri minyak kelapa sawit. Akhirnya sungai berwarna hitam pekat, berbau dan akhirnya nelayan terdampak, mulai dari berkurangnya hasil tangkapan hingga penyakit kulit.” ujar Hendra dalam keterangannya, Minggu (28/9).
Menurut Hendra, persoalan itu tidak hanya berlangsung di Kota Medan, namun juga terjadi di Tangerang, dan di banyak pesisir atau daerah sungai lainnya. Ditandai dengan pembuangan limbah industri ke perairan membuat ruang hidup nelayan terganggu.
“Rasa-rasanya tidak akan ada pangan yang cukup, bilamana nelayan masih sulit mendapatkan ikan, tidak akan ada pangan yang sehat, bilamana perairannya tidak dijaga kesehatannya,” katanya.
Ia menambahkan, “Tanpa perairan yang sehat, nelayan akan sulit mendapatkan ikan, pembudidaya ikan sulit membudidayakan ikan. Pun dengan kita akan sulit mendapatkan makanan bergizi.”
Saat ini, penurunan hasil tangkapan akan berdampak terhadap pendapatan nelayan, terlebih daerah operasionalnya semakin jauh. Hal itu juga akan memperpanjang keterpurukan nelayan dalam rantai kemiskinan.
“Nelayan yang pendapatannya menurun, akan menyulitkan ia memperbarui alat produksinya. Sehingga bisa kita lihat, perahunya rapuh, mesinnya melemah, padahal hal ini akan membahayakan nelayan baik yang beroperasi di laut maupun sungai. Terutama jika dihadapkan dengan gelombang tinggi ataupun arus air yang kencang,” terang Hendra.
Senada, Ketua DPD KNTI Kabupaten Tana Tidung Ario menyampaikan kondisi perairan sungai yang tercemar oleh limbah perusahaan sawit dan batu bara di Sungai Sesayap di Kalimantan Utara berdampak buruk terhadap kehidupan nelayan kecil.
“Pencemaran menyebabkan kerusakan sumber daya perairan, terutama kelestarian sumber daya perikanan. Alhasil nelayan mengalami penurunan hasil tangkapan dan pendapatan, beban lainnya adalah terjadi pendangkalan sungai,” jelas Ario.
Persoalan lain yang dihadapi nelayan kecil di Tana Tidung adalah alat usaha atau alat produksi nelayan yang sudah usang. Bahkan perahu, mesin dan alat tangkapnya pun sudah banyak yang rusak.
Tidak hanya, kata Ario, nelayan kecil hingga hari ini masih kesulitan mengakses BBM. Itu sebabnya, mereka semakin sulit untuk melaut.
“Jenis BBM yang kami kami gunakan adalah pertalite, harganya kami beli Rp. 13.000. Itu pun susah kami mendapatkannya karena stoknya jarang ada,“ tandas Ario.