Pasar Emas Global dalam Cengkraman Dominasi Tiongkok dan India

Pasar komoditas global, khususnya emas (GLD), perak (SLV), dan minyak (USO), masih terus menarik perhatian di tengah ketidakpastian ekonomi dan ketegangan geopolitik. Foto: Quotiont Fund Indonesia

Qnews.co.id, JAKARTA – Analis Quotient Fund Indonesia Regen Lee memaparkan peran sentral Tiongkok dan India dalam dinamika pasar emas (GLD)
global.

“Sebagai produsen dan konsumen emas terbesar dunia, kebijakan ekonomi dan sosial kedua negara ini sangat mempengaruhi harga emas di pasar internasional,” ujar Regen Lee kepada Qnews.co.id, Selasa (1/10).

Bacaan Lainnya

Permintaan emas di kedua negara itu didorong oleh berbagai faktor, mulai dari nilai budaya dan agama (India) hingga upaya diversifikasi cadangan devisa (Tiongkok).

“Meskipun harga emas yang tinggi menjadi tantangan, terutama di India, prospek jangka panjang emas tetap positif,” katanya.

Faktor-faktor seperti ketidakstabilan geopolitik, kebijakan moneter longgar, dan pelemahan dolar AS mendukung kenaikan harga emas. Namun, investor perlu tetap waspada terhadap potensi risiko seperti perbaikan ekonomi global yang mendadak.

“Secara keseluruhan, emas masih dianggap sebagai aset safe-haven yang menarik di tengah ketidakpastian ekonomi global,” tegasnya.

Sementara itu analisis teknis menunjukkan sinyal-sinyal positif terhadap perak (SLV)
yang telah menembus level resistensi dan pola bullish terbentuk.

“Selain itu, kebijakan moneter longgar dari Tiongkok, yang berupa penurunan suku bunga dan stimulus ekonomi, juga turut mendorong kenaikan harga perak,” katanya.

Regen menambahkan, “Tidak hanya perak, saham-saham perusahaan pertambangan perak juga menunjukkan tanda-tanda positif yang serupa.”

Faktor lain yang mendukung kenaikan harga perak adalah kinerja emas yang kuat dan potensi melemahnya dolar AS.

Selain itu, pentingnya rasio emas terhadap perak merupakan indikator pergerakan harga perak. “Secara keseluruhan, berbagai faktor fundamental dan teknis telah mendukung kenaikan harga perak dalam waktu dekat,” paparnya.

Berikutnya, produksi minyak
Libya sempat terhenti akibat perselisihan politik mengenai kepemimpinan Bank Sentral Libya, akan kembali dilanjutkan pada tanggal 1 Oktober 2024.

Kesepakatan yang baru tercapai antara faksi-faksi yang bertikai telah membuka jalan bagi dimulainya kembali aktivitas produksi minyak.

“Penghentian produksi minyak itu telah menyebabkan penurunan signifikan dalam ekspor minyak Libya dalam beberapa bulan terakhir,” jelas Regen.

Dengan dimulainya kembali produksi, diharapkan ekspor minyak Libya akan kembali pulih ke tingkat sebelumnya, yaitu sekitar 1,2 juta barel per hari.

Kesepakatan itu, kata Regen, merupakan hasil dari mediasi PBB yang diharapkan dapat membantu menstabilkan situasi politik di Libya serta memulihkan ekonomi negara tersebut yang sangat bergantung pada sektor minyak.

Quotient Fund Indonesia adalah perusahaan consulting keuangan global, berkantor pusat di Quotient Center Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dan dapat dihubungi di hotline 0811-1094-489

Pos terkait

Tinggalkan Balasan