Qnews.co.id, JAKARTA – Partai Demokrat menyambut baik rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto akan membentuk kabinet zaken yang bakal diisi para profesional dan ahli dibidangnya untuk membantu pemerintahannya selama periode 2024-2029.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Andi Mallarangeng menyatakan partainya akan mempersiapkan kader tertentu bila Prabowo membutuhkan orang yang ahli dibidangnya untuk mengisi kursi kabinet zaken.
“Jika Presiden Prabowo meminta Partai Demokrat untuk menyiapkan kader untuk bidang tertentu, kami akan menyiapkan kader-kader terbaik di bidang tersebut,” kata Andi dihubungi, Senin (16/9).
Lebih lanjut, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu mengaku tak setuju dengan isu adanya pemisahan antara anggota parpol dan non-parpol dalam kabinet Prabowo-Gibran nantinya.
Dia menegaskan, setiap parpol miliki kader pada bidangnya masing-masing. Andi menyebut parpol bisa menyiapkan kader tertentu sesuai dengan kebutuhan pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Tidak perlu ada pemisahan antara anggota parpol dan non-parpol. Sebab, di dalam parpol juga terdapat banyak individu yang ahli di bidangnya,” jelas Andi.
Kendati demikian, Andi tak menampik munculnya isu pemisahan antara anggota parpol dan non-parpol lantaran kader parpol dianggap tidak berkompeten dalam menjalankan roda pemerintahan. Menurutnya, anggapan tersebut tidak benar.
“Ini sebenarnya muncul karena sebelumnya ada anggapan bahwa parpol tidak profesional dan kader-kadernya kurang kompeten, sementara orang luar parpol dianggap profesional. Itu tidak benar,” tandanya.
Jika mengacu jurnal Menapaki Jalan Konstitusional Menuju Zaken Kabinet: Ikhtiar Mewujudkan Pemerintah Berkualitas Konstitusi, zaken kabinet diartikan sebagai kabinet yang diisi profesional dan ahli pada urusan sesuai bidang. Nama lainnya adalah business cabinet.
Zaken kabinet bukan hal baru di Indonesia. Sejarahnya bisa dilihat pada Kabinet Natsir yang dibentuk pada 6 September 1960.
Kabinet itu bisa disebut zaken karena profesional dan ahli mengisi posisi menteri.
Misalnya, dua ahli ekonomi kala itu, Sjafruddin Prawiranegara yang menjadi menteri keuangan serta Soemitro Djojohadikusumo sebagai menteri perdagangan dan perindustrian.
Sedangkan Natsir selaku kader Partai Masyumi tidak mengikutsertakan PNI dalam kabinetnya. Padahal, kursi PNI di parlemen menjadi kedua terbesar setelah Masyumi.
Ia lebih memilih bekerja sama dengan partai-partai kecil, seperti PSI, PSII, PIR, Parindra, Partai Katolik, dan Fraksi Demokrasi. Walau, langkah ini juga berdasarkan permintaan Sukarno sebagai Kepala Negara saat itu.
Kabinet Natsir berumur singkat. Ia mengembalikan mandatnya sebagai perdana menteri kepada Sukarno setahun kemudian, yaitu pada 21 Maret 1961.
Kader PNI Wilopo juga pernah berupaya membentuk zaken kabinet.
Ia mengajak PSI, PSII, Parkindo, Parindra, Masyumi, Partai Katolik, dan Partai Buruh berkoalisi. Nasib zaken Kabinet Wilopo juga cuma bertahan satu tahun. Ia kehilangan dukungan mayoritas di parlemen usai partai-partai koalisi menarik para menterinya.
Natsir dan Wilopo memang mengangkat beberapa menteri yang ahli di bidangnya. Namun, keduanya mudah dilengserkan karena tak punya dukungan kuat di parlemen.
Para menteri di zaken kabinet itu berasal dari partai politik. Menteri-menteri itu tetap akan tunduk pada keputusan parpol masing-masing, termasuk keluar dari kabinet.