Qnews.co.id, JAKARTA – Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menyampaikan kekecewaannya terkait tidak masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dalam daftar usulan RUU yang dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Menurut Zaenur, hal ini mencerminkan kurangnya dukungan terhadap komitmen pemberantasan korupsi di level kebijakan dan legislasi, meskipun pemerintah baru telah menggaungkan janji untuk memperkuat agenda tersebut.
“Sangat mengecewakan ketika janji-janji pemberantasan korupsi yang disampaikan pemerintah baru begitu meyakinkan, namun pada tataran kebijakan hal itu tidak terealisasi,” ujar Zaenur saat dihubungi Qnews.co.id pada Rabu (30/10).
Zaenur menekankan bahwa RUU Perampasan Aset memiliki peran krusial dalam meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi. Menurutnya dengan adanya undang-undang perampasan aset, negara dapat menyita aset yang asal-usulnya tidak dapat dijelaskan, sehingga undang-undang dapat menjadi instrumen pemulihan aset hasil kejahatan korupsi.
Ia juga berharap agar Presiden Prabowo Subianto dapat segera mengambil langkah proaktif dengan memberikan instruksi kepada partai pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memprioritaskan pengesahan RUU tersebut.
“Saya berharap Presiden melihat urgensi RUU Perampasan Aset ini, dan memerintahkan partai-partai pendukungnya untuk memprioritaskannya dalam Prolegnas. Tanpa RUU ini, saya khawatir upaya pemberantasan korupsi tidak akan mengalami kemajuan yang signifikan,” tambahnya.
Sebelumnya, dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Senin (28/10/2024) yang membahas evaluasi Prolegnas periode sebelumnya dan usulan Prolegnas 2025-2029, RUU Perampasan Aset tidak termasuk dalam daftar usulan RUU yang dibacakan. Berdasarkan surat Komisi III DPR RI tertanggal 24 Oktober, hanya RUU Hukum Acara Perdata dan RUU Hukum Perdata Internasional yang diusulkan dalam Prolegnas.