Qnews.co.id, JAKARTA – Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengungkapkan Pertamina telah menguasai mayoritas blok migas di Indonesia. Hal itu sekaligus menunjukkan peranan di upstream Pertamina sudah sangat dominan.
SKK Migas bersama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream Pertamina terus memperkuat kolaborasi sebagai upaya untuk meningkatkan produksi migas pada 2024.
“Negara dan SKK Migas sangat tergantung akan agresivitas Pertamina,” ujar Dwi dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (29/9).
Kata Dwi, pada Jum’at (27/9), SKK Migas telah bertemu dengan PHE untuk membahas program-program kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) agar mencapai target yang telah ditetapkan.
Dwi mengingatkan agar mencari solusi atas kendala-kendala yang ada maupun inovasi dan cara-cara kerja out of the box. Hal itu diperlukan, sehingga dalam waktu tiga bulan ke depan, kinerja operasi KKKS yang berada di PHE dapat meningkat dan mencapai target yang ditetapkan.
Ia juga meminta untuk mempersiapkan pelaksanaan program di tahun 2025. Termasuk hal-hal apa yang bisa dilakukan agar di Januari 2025 program yang diusulkan bisa berjalan.
“Saat ini yang menjadi konsentrasi adalah produksi, produksi, dan produksi. Gas sudah mulai incline, minyak kita masih struggle,” ungkap Dwi.
Ia juga mengingatkan agar pertemuan selanjutnya ditindaklanjuti dalam bentuk diskusi kelompok terarah (FGD). Pertemuan itu perlu untuk mendiskusikan bagaimana mekanisme kemitraan Pertamina dengan pihak lainnya.
“Mungkin perubahan-perubahan regulasi perlu kita lakukan supaya harapan pemerintah bisa terpenuhi karena capaian lifting migas akan sangat ditentukan oleh kinerja KKKS yang ada di bawah Pertamina,” papar Dwi.
SKK Migas, kata Dwi, menargetkan pengeboran 932 sumur pengembangan di 2024. Saat ini, kontribusi KKKS dalam lingkup Pertamina terkait pengeboran sumur pengembangan sangat besar.
“Ini juga harus menjadi perhatian bagaimana bisa mengejar hingga akhir tahun agar target bisa dicapai. Terkait kebutuhan fiskal term, kami siap untuk memperjuangkannya,” ujarnya.
Senada, Direktur Utama PHE Chalid Said Salim menyampaikan bahwa pada aspek pengeboran, PHE terus melakukan upaya untuk bisa mengejar dari aspek kuantitas maupun kualitas.
Ia juga menjelaskan perkembangan terkait isu komersialisasi dan permohonan persetujuan terkait perjanjian jual beli gas bumi (PJBG) kepada SKK Migas.
Menurut Chalid, saat ini potensi elpiji yang ada di Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), Senoro, dan Jambi Merang terus dioptimalkan.
“Di Jambi Merang sudah dilakukan kajian. Adapun untuk Senoro saat ini sedang dalam beauty contest,” katanya.
Chalid juga menjabarkan perkembangan terkait pengelolaan CO2 yang saat ini sudah menjalin kemitraan dengan perusahaan Jepang, Japex untuk di Jambi Merang dan Sukowati.
Adapun teknologi pengurasan minyak tahap lanjut atau enhance oil recovery (EOR), saat ini, PHE sedang menjajaki kemitraan dengan perusahaan China, Sinopec. Selain itu sudah ada lima lapangan kandidat terdiri atas empat di Pertamina EP dan satu di PHE ONWJ.
“Terima kasih atas kerja sama dengan SKK Migas yang berjalan baik, terutama dalam perbaikan fiskal dan insentif,” tandasnya.