Qnews.co.id, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 sebesar 4,7-5,5 persen dan 4,8-5,6 persen pada tahun 2025.
Hal itu diungkap oleh Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juli Budi Winantya dalam Taklimat Media Bank Indonesia di Gedung Thamrin BI Jakarta, Selasa (25/9).
“Kami masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini di 4,7-5,5 persen dan tahun depan sedikit lebih tinggi menjadi 4,8-5,6 persen,” ujar Juli Budi.
Sementara itu, di Amerika Serikat (AS), kata Budi, inflasi diperkirakan kian mendekati sasaran inflasi jangka menengah sebesar 2 persen di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pengangguran.
Prospek inflasi AS yang lebih rendah, disertai pertumbuhan ekonomi AS yang cenderung melambat pada triwulan III-2024, dan angka pengangguran AS lebih tinggi pada Agustus 2024 mendorong potensi penurunan kembali Fed Fund Rate (FFR) lebih besar dan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
“Diperkirakan suku bunga dipangkas tiga kali pada tahun 2024 dan empat kali pada 2025,” ujarnya.
Sebelumnya, The Fed (Bank Sentral AS) telah memangkas suku bunga FFR sebesar 50 bps ke kisaran 4,75-5 persen pada Rabu (18/9).
Di samping itu, yield UST (US Treasury) terus menurun dengan spread antara yield UST 10 tahun dan yield UST 2 tahun yang mulai positif.
Penurunan itu mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran modal ke negara-negara berkembang (emerging markets), diiringi kenaikan komposisi penempatan aliran modal masuk ke aset jangka panjang seperti obligasi.
Dalam kondisi tersebut, kata Budi, aliran modal asing di Indonesia akan meningkat dan nilai tukar rupiah menguat di kisaran Rp15.120-Rp15.200 per dolar AS.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan terus didorong, inflasi (inflasi indeks harga konsumen 2,5 plus minus 1 persen) juga terjaga dalam sasaran (di tahun ini maupun tahun depan). Jadi, ini juga alasan kenapa BI-Rate (suku bunga acuan) diturunkan, sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih lanjut,” ucap Juli Budi.
Seperti diketahui, BI-Rate telah diturunkan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6 persen seiring penurunan FFR.
“Bank Indonesia itu punya program kebijakan yang selama ini kebijakan makroprudensial dan kebijakan sistem pembayaran itu ditujukan untuk mendorong pertumbuhan, jadi pro-growth,” katanya.
Sebelumnya, kebijakan moneter Indonesia pro-stability, tetapi sejak diturunkan BI-Rate di bulan ini, kebijakan moneter ditujukan untuk mendorong pertumbuhan maupun juga menjaga stabilitas.
“Jadi, ada imbangan antara tujuan untuk tetap menjaga stabilitas dan juga mendorong pertumbuhan,” ungkap Budi.
Dengan begitu, kata Juli Budi, akan mendorong kredit terus berlanjut, termasuk bagaimana BI-Rate diikuti oleh penurunan suku bunga di pasar keuangan, termasuk di perbankan.
“Sehingga akhirnya ini akan mendorong pembelian kredit dan juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkasnya.