Emas All Time High, Penjualannya di Tiongkok Justru Turun

Konsumen memilih perhiasan emas di toko emas di Jinan, ibu kota Provinsi Shandong, China timur, pada 27 Januari 2024. Foto: Xinhua

Qnews.co.id, JAKARTA – Analis Quotient Fund Indonesia Regen Lee mengungkapkan permintaan emas di tingkat pengecer perhiasan di Tiongkok tetap rendah meskipun harganya baru-baru ini melonjak tajam.

“Itu karena harga emas spot mencapai rekor tertinggi baru sebesar USD2.754,01 per ons,” ujar Regen kepada Qnews.co.id di Jakarta, Rabu (23/10).

Bacaan Lainnya

Produk emas telah dijual eceran seharga lebih dari CNY800 per gram di jaringan toko perhiasan utama di Tiongkok. Namun, bisnis toko eceran perhiasan di Shanghai tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya karena harga emas sedang tinggi.

Kinerja jaringan toko eceran perhiasan emas di Tiongkok yang terdaftar juga mengalami penurunan. Hal itu diketahui dari pendapatan ritel Lukfook Jewellery yang turun 25% pada kuartal ketiga pada 30 September 2024. Dan penjualan produk emas di toko yang sama turun 35% dalam nilai dan 52% dalam volume.

“Pada kuartal kedua tahun ini, hanya 860.000 ton perhiasan emas yang mampu terjual di pasar Tiongkok. Hal itu tercatat sebagai rekor terendah sejak tahun 2009,” papar Regen.

Sementara itu, harga perak naik lebih tinggi ketimbang emas pada tahun ini. “Terbukti dari peningkatan rasio emas/perak hingga hampir 90 pada bulan Agustus dan September,” ungkap Regen.

Rasio harga berfluktuasi pada sekitar 85 selama lebih dari sebulan. Itu menunjukkan bahwa investor memandang perak sebagai alternatif yang lebih murah dari pada emas.

Harga perak naik lebih dari 6% pada hari Jumat (18/10), mencapai lebih dari USD34 per troy ounce, Itu merpakan level tertinggi dalam kuerun waktu 12 tahun.

Ketika rasio emas/perak turun menjadi 80, menandakan level terendah sejak pertengahan Juli. Ini menunjukkan harga perak naik lebih tinggi daripada emas tahun ini.

“Kenaikan lebih dari 40 persen akan menandai kenaikan tahunan terkuat sejak tahun 2020,” paparnya.

Sementara itu sentimen bearish di pasar minyak telah turun ke level yang terakhir, terlihat selama krisis keuangan global di tahun 2008.

Hal itu terutama akibat faktor makroekonomi, melemahnya permintaan minyak yang ekstrem, dan kekhawatiran pasar minyak yang kelebihan pasokan pada tahun 2025.

Smart Money bertaruh besar terhadap energi bersih sambil mengambil posisi beli bahan bakar fosil, dengan industri dana lindung nilai senilai USD5 triliun.

Hal itu berakibat pada posisi beli bersih minyak, gas dan batu bara tetapi memegang posisi jual bersih untuk komoditas baterai, tenaga surya, kendaraan listrik, dan hidrogen.

“Hal itu menyebabkan momentum terhadap energi terbarukan, dengan Indeks Energi Bersih Global S&P kehilangan hampir 60% nilainya sejak puncaknya terjadi di tahun 2021,” papar Regen.

Di sektor pembangkit tenaga surya, posisi jual bersih telah melebihi posisi beli bersih untuk 77% perusahaan pada kuartal ketiga tahun ini. Hal itu seiring dengan dana lindung nilai yang khawatir akan dominasi Tiongkok justru akan mempersulit pesaing barat dalam mendapatkan daya tarik.

Perusahaan tenaga surya telah mencatat jumlah tertinggi dalam pembiayaan utang dalam satu dekade, utamanya selama paruh pertama di tahun 2024.

“Saat ini, investor tidak melakukan investasi karena suku bunga yang tinggi, tarif impor Tiongkok, dan pemilihan Presiden AS yang akan berlangsung dalam waktu dekat,” tandasnya.

Quotient Fund Indonesia adalah perusahaan consulting keuangan global, berkantor pusat di Quotient Center Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dan dapat dihubungi di hotline 0811-1094-489

Pos terkait

Tinggalkan Balasan