Qnews.co.id, JAKARTA – Analis Quotient Fund Indonesia Regen Lee menjelaskan harga emas telah naik hampir 40% sejak awal tahun, melampaui indeks ekuitas pasar maju utama seperti S&P 500.
Kinerja yang kuat tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor, tetapi UBP mempertahankan sikap konstruktif terhadap emas, dengan meyakini emas akan naik ke level di atas USD3.000 per ons dalam beberapa tahun mendatang.
“Hal itu disebabkan oleh pemerintah ekonomi maju yang menjalankan defisit anggaran yang besar dan tingkat utang yang tinggi, yang akan menyebabkan tingkat inflasi tren yang lebih tinggi,” kata Regen kepada Qnews.co.id di Jakarta, Kamis (14/11).
Risiko geopolitik tetap tinggi, mengakibatkan bank sentral pasar berkembang meningkatkan cadangan emas mereka. Investor ritel juga meningkatkan alokasi mereka terhadap emas, terutama dari konsumen Tiongkok dan India.
“Permintaan emas fisik juga meningkat, dengan tren ini diperkirakan akan berlanjut hingga tahun 2025,” katanya.
Logam mulia layak diintegrasikan ke dalam portofolio, dengan ukuran apa pun bergantung pada alokasi aset dasar investor dan konteks ekonomi saat ini. Berbagai metode untuk mendapatkan eksposur terhadap emas meliputi pembelian koin atau batangan fisik, ETF yang didukung emas (GLD), emas finansial (XAU), opsi over-the-counter, hingga emas berjangka.
Sementara itu, perak menghadapi resistensi di dekat USD31, karena permintaan meningkat namun kekuatan dolar menciptakan hambatan untuk keuntungan yang berkelanjutan.
“Permintaan perak industri, didorong oleh energi hijau dan elektronik, diproyeksikan akan meningkat 7% pada tahun 2024, mendekati 700 juta ons,” ungkap Regen.
Defisit perak yang persisten, sekarang sudah masuk tahun keempat, mungkin terus mendukung harga karena permintaan melebihi pertumbuhan pasokan.
Sementara itu, permintaan global didorong oleh energi hijau, otomotif, dan elektronik. Permintaan industri global untuk perak diperkirakan akan tumbuh sebesar 7% pada 2024, melebihi 700 juta ons untuk pertama kalinya.
Penurunan investasi fisik, namun aliran ETP meningkat. Kekuatan dolar dan stimulus China juga mempengaruhi prospek perak.
“Peramalan jangka pendek perak bergantung pada penembusan resistensi di USD31. 03,” tegasnya.
Berikutnya minyak yang persediaannya di Amerika Serikat turun sebesar 777. 000 barel untuk minggu yang berakhir pada 1 November, demikian menurut American Petroleum Institute (API).
Analis memperkirakan terjadinya penambahan sebesar 1,0 juta barel. Pada minggu sebelumnya, API melaporkan penambahan persediaan minyak mentah sebesar 3,132 juta barel.
“Sejauh tahun ini, persediaan minyak mentah telah turun hampir 4 juta barel sejak awal tahun, menurut data API,” ujar Regen.
Adapun Departemen Energi (DoE) melaporkan persediaan minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve (SPR) naik 0,6 juta barel pada 8 November. Persediaan SPR sekarang berada di 387,8 juta barel, sekitar 41 juta di atas level terendah beberapa dekade yang lalu, namun 247 juta di bawah saat Presiden Biden menjabat.
“Persediaan bensin naik sebesar 312. 000 barel kali ini dibandingkan dengan penurunan 928. 000 barel minggu sebelumnya,” katanya.
Penyulingan minyak yang tersedia meningkat sejumlah 1,136 juta barel, serta bisa dilihat adanya penyusutan 852. 000 barel minggu sebelumnya. Persediaan Cushing turun 1,859 juta barel menurut data API, setelah naik 1,724 juta barel di minggu sebelumnya.
*Quotient Fund Indonesia adalah perusahaan konsulting keuangan global, berkantor pusat di Quotient Center Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dan dapat dihubungi di hotline 0811-1094-489
For more information or participation inquiries, feel free to contact our hotline: 0818-0454-4489 (Surabaya),
0811-1534-489 (Jakarta),
0817-4890-999 (Tangerang),
or visit the nearest Quotient Center. Spaces are limited.