Qnews.co.id, JAKARTA – Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat (1/11) ditutup merosot. Hal itu akibat pengaruh data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang sangat kuat.
Pada akhir perdagangan Jumat (1/11), rupiah telah melemah sebesar 34 poin atau 0,22 persen menjadi Rp15.732 per dolar AS. Padahal sehari sebelumnya sebesar Rp15.698 per dolar AS.
“Penguatan inflasi dan data tenaga kerja AS telihat sangat membatasi penguatan rupiah,” kata Rully Nova, analis Bank Woori Saudara dikutip dari ANTARA di Jakarta, Jumat (1/11).
Menurut Rully, data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inflasi inti AS telah naik sebesar 2,7 persen. Sementara itu, data klaim pengangguran AS juga menurun dan jadi yang terendah dalam 5 bulan sebelumnya sebesar 216 ribu.
Sementara dari faktor domestik, imbuh Rully, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia mengalami inflasi 0,08 persen (month-to-month/mtm) pada Oktober 2024. Hal itu telah mengakhiri deflasi yang beruntun di bulan-bulan sebelumnya.
Khusus terkait Inflasi tahunan, besarannya telah mencapai 1,71 persen (year-on-year/yoy) dan inflasi tahun kalender sebesar 0,82 persen (year-to-date/ytd).
Selain itu, Indeks harga konsumen (CPI) Indonesia tercatat naik ke level 106,01 pada Oktober 2024, dari 105,93 pada September 2024.
Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar di antaranya perawatan pribadi dan jasa lainnya, menghasilkan inflasi sebesar 0,94 % dan memberikan andil inflasi 0,06%. Lalu komoditas yang dominan mendorong inflasi adalah emas perhiasan yang tercatat memberi andil sebesar 0,06%.
Sementara itu, kurs rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat (1/11) mengalami penurunan ke level Rp15.723 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.705 per dolar AS.