Qnews.co.id, JAKARTA – Analis Quotient Fund Indonesia Devin Emilian mengungkapkan kondisi pasar global saat ini dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi dan perubahan sentimen investor akibat penurunan suku bunga oleh Federal Reserve.
“Penurunan itu membuat dana pasar uang kurang menarik, sehingga investor beralih ke aset alternatif seperti emas, perak, dan minyak sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan volatilitas pasar,” ujar Devin kepada Qnews.co.id di Jakarta, Selasa (10/9).
Aliran masuk yang tinggi ke Exchange-Traded Fund (ETF) mencerminkan minat terhadap aset safe haven di tengah ketegangan geopolitik dan gangguan pasokan, dengan prospek pasar yang masih dipantau ketat terhadap kebijakan dan faktor eksternal lainnya.
Dan berikut sejumlah ETF yang bisa dilirik oleh investor.
Pertama, ETF emas (GLD). Menurut Devin, ETF emas memiliki harga dan tren yang menarik. Emas diperdagangkan di level $231.60, naik +0.42%. Tren naik dalam pola channel naik dengan harga di atas moving averages mendukung prospek bullish.
“Saat ini, harga spot emas sedikit berubah di $2,501.66 per ons, dengan prospek bullish lebih lanjut jika Fed melanjutkan penurunan suku bunga,” ujarnya.
Konsolidasi dan momentum emas ditandai dengan harga yang mengalami konsolidasi di bagian tengah channel, dengan RSI di level netral 56.64. Ini menunjukkan potensi lanjutan tren naik tanpa risiko overbought.
Menurut Devin, penurunan suku bunga oleh Federal Reserve membuat dana pasar uang kurang menarik, mendorong investor beralih ke emas sebagai safe haven dan lindung nilai terhadap inflasi.
“Peningkatan signifikan aliran masuk ke ETF emas mencerminkan minat investor di tengah ketidakpastian ekonomi,” katanya.
Emas diproyeksikan mencapai $2,600/oz pada akhir tahun jika Fed memangkas suku bunga lebih lanjut.
Dari sisi outlook, kata Devin, prospek emas tetap positif dengan dukungan peningkatan aliran modal dan permintaan safe haven.
“Selama harga bertahan dalam channel naik, momentum bullish diperkirakan berlanjut,” katanya.
Kedua ETF perak (SLV). Menurut Devin, harga dan tren perak diperdagangkan di sekitar $25.85. Angkanya naik 1.45%, dalam pola channel turun yang menunjukkan tren bearish, dengan harga di bawah moving averages.
“Spot silver saat ini berada di $28.36 per ons, sedikit naik +0.1%, menunjukkan pergerakan yang lebih stabil di tengah ekspektasi inflasi AS yang akan mempengaruhi keputusan Fed berikutnya,” paparnya.
Dari dampak penurunan suku bunga, Devin menilai, penurunan tersebut akan mengurangi daya tarik dana pasar uang, mendorong aliran modal ke ETF perak sebagai alternatif investasi yang lebih menarik.
Sementara korelasi dengan emas dan permintaan industri, kata Devin, selalu mengikuti tren emas sebagai logam mulia dan safe haven.
“Jika emas mendapat aliran masuk, perak kemungkinan juga diuntungkan,” tegasnya.
Permintaan industri yang kuat berpotensi mendukung harga perak jika ekonomi membaik. Selain itu, permintaan perak turut mendorong peningkatan penggunaan logam mulia dalam produk industri, termasuk kendaraan hibrida yang sedang tumbuh.
Dari sisi outlook, kata Devin, prospek perak sangat positif dengan potensi peralihan dana ke logam mulia dan meningkatnya permintaan industri.
“Namun, perlu breakout dari pola bearish untuk mengonfirmasi tren bullish,” jelasnya.
Berikutnya ETF minyak (USO). Menurut Devin, harga dan tren USO diperdagangkan di $69.27, naik +0.49%, dalam tren turun dengan pola channel turun, dan harga di bawah moving averages, memperkuat prospek bearish.
“Level support utama di $67.54, dengan target berikutnya di $65 jika support ini ditembus,” terangnya.
Dari sisi RSI dan potensi Rebound, RSI berada di level 35.86 mendekati oversold, bisa memicu rebound jangka pendek jika kondisi oversold berlanjut.
Dampak ekonomi, suku bunga, dan inflasi, kata Devin perlu diwaspadai. Pasalnya, penurunan suku bunga oleh Federal Reserve akan mengurangi daya tarik dana pasar uang, mendorong peralihan modal ke minyak dan komoditas lain.
“Suku bunga rendah dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan inflasi, yang mendukung harga minyak,” tegasnya.
Harga juga bisa didorong oleh permintaan industri yang meningkat dan faktor pembatas pasokan global seperti ketegangan geopolitik atau perang yang sedang berlangsung di 2024.
USO juga menunjukkan bahwa penurunan suku bunga menjadi katalis bagi kenaikan permintaan fisik untuk komoditas seperti minyak.
“Karena inflasi yang lebih tinggi akan mendorong harga minyak naik, meskipun saat ini berada dalam tren turun,” katanya.
Potensi hambatan dan outlook, ujar Devin, ditandai dengan dukungan dari aktivitas ekonomi yang meningkat. Risiko tetap ada dari dinamika pasokan global, keputusan OPEC, dan ketegangan geopolitik yang menyebabkan volatilitas harga.
Secara keseluruhan, ungkap Devin, penurunan suku bunga oleh Federal Reserve membuat ETF emas (GLD), perak (SLV), dan minyak (USO) menjadi lebih menarik bagi investor.
GLD menunjukkan tren naik dengan prospek bullish, SLV masih dalam tren turun tapi bisa berbalik jika ada permintaan industri yang meningkat, dan USO berada dalam tren turun dengan tekanan dari masalah pasokan dan ketegangan geopolitik.
“Meskipun inflows ETF diperkirakan tinggi, perubahan suku bunga dan kondisi pasar tetap menjadi faktor penting yang mempengaruhi arah pasar ini,” pungkas Devin.
*Quotient Fund Indonesia adalah perusahaan konsulting keuangan global, berkantor pusat di Quotient Center Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dan dapat dihubungi di hotline 0811-1094-489.