Qnews.co.id, JAKARTA – Direktur Eksekutif ICEL, Raynaldo G. Sembiring menyambut baik terbitnya Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.
“Permen LHK 10/2024 menjadi angin segar bagi upaya pelindungan pejuang lingkungan dari ancaman pidana maupun gugatan perdata,” ujar Raynaldo dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (14/9).
Beleid itu, kata Raynaldo, merupakan aturan pelaksana dari Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup).
Isinya menyatakan: “Instrumen pencegahan dan penanganan dari Permen LHK 10/2024 ini melengkapi mekanisme penghentian perkara sedini mungkin yang telah diatur dalam Perma 1/2023 dan Pedoman JA 8/2022. Karena itu dalam pencegahan dan penanganan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan, Permen LHK 10/2024 sebaiknya dioperasionalkan sebagai satu kesatuan dengan Pedoman JA 8/2022 dan Perma 1/2023, dengan UU Lingkungan dan UU HAM sebagai payungnya.”
Sebelumnya, sudah terbit tiga beleid yang mengatur hal yang sama, yakni Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan (Perma 1/2023), Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pedoman JA 8/2022).
Terakhir, Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 36 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup (yang kemudian dicabut melalui Perma 1/2023).
ICEL mendorong agar penetapan kasus sebagai tindakan pembalasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a Permen LHK 10/2024, dikonstruksikan sebagai tindakan pelanggaran hak pejuang lingkungan baik yang melakukan partisipasi publik.
“Tindakan ini juga seharusnya sejalan dengan asas keperluan dan asas proporsionalitas bagi pejuang lingkungan yang diancam pidana,” papar Raynaldo.
Asas keperluan dan asas proporsionalitas menekankan kepada proporsi kepentingan publik yang dibela dengan ancaman ketentuan pidana.
Indonesia sudah memiliki rujukan untuk mengimplementasikan kedua asas tersebut yaitu penerapan dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bangka Belitung No. 21/PID/2021/PT BBL dan Putusan Mahkamah Agung No. 6270/K.Pid.Sus/2022, serta pengaturan dalam Perma 1/2023 dan Pedoman JA 8/2022.
“Kedua asas ini merupakan solusi dari pasal-pasal karet yang digunakan bagi kriminalisasi pejuang lingkungan,” ungkapnya.
Dengan terbitnya Permen LHK 10/2024, maka satu-satunya institusi yang belum memiliki kebijakan perlindungan bagi pejuang lingkungan hanyalah POLRI.
Karena itu, komitmen dan kebijakan dari POLRI sangat ditunggu, mengingat upaya penyerangan hukum (SLAPP) dan pelanggaran hak bagi pejuang lingkungan sering berasal dari upaya paksa dalam penyidikan.
“POLRI memiliki peran penting sebagai garda terdepan untuk menghentikan dan melindungi pejuang lingkungan,” tandas Raynaldo.