Qnews.co.id, JAKARTA – Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) M Ismail Riyadi mengungkapkan terjadi tren pelonggaran kebijakan moneter. Hal itu salah satunya akibat stabilitas sektor jasa keuangan.
“Stabilitas sektor jasa keuangan terjaga di tengah tren pelonggaran kebijakan moneter,” kata Ismail dalam keterangannya di Makassar, Rabu (3/10).
Ismail menjelaskan penguatan yang terjadi di tengah sentimen positif mengakibatkan stabilitas sektor jasa keuangan berada dalam posisi stabil. Hal serupa juga terjadi untuk pasar keuangan yang menguat akibat periode ‘cut cycle‘ bank sentral ditengah prospek aktivitas perekonomian dunia melemah.
Pertumbuhan ekonomi yang cenderung menurun, kata Ismail, terindikasi di mayoritas negara utama (syncronised slowdown) khususnya di Amerika Serikat yang juga diikuti Tiongkok. Bahkan, penurunan outlook pertumbuhan dan proyeksi inflasi yang meningkat telah dialami oleh banyak negara Eropa akibat tekanan perekonomian yang tidak terelakkan.
Perkembangan tersebut telah menjadi alasan bagi sejumlah bank sentral global memulai siklus penurunan suku bunga yang cukup agresif.
The Fed misalnya, terpaksa menurunkan Fed Funds Rate sebesar 50 basis point (bps). Secara historis, hal itu pernah dilakukan pada saat krisis keuangan global di tahun 2008 dan pandemi COVID-19 di tahun 2020.
Kebijakan moneter global yang akomodatif, kata Ismail, telah mendorong kenaikan likuiditas di pasar keuangan. Hal itu tercermin dari penguatan pasar keuangan global di mayoritas negara di dunia.
“Aliran modal cukup besar ke pasar keuangan emerging market mulai terjadi, termasuk ke pasar keuangan Indonesia,” paparnya.
Secara khusus untuk domestik, kinerja perekonomian, ungkap Ismail, masih terjaga stabil, meskipun pertumbuhan ekonomi global sedang mengalami perlambatan.
Hal itu tergambar dari inflasi yang terjadi selama ini. Inflasi telah terjaga stabil seiring terkendalinya inflasi pangan, disusul neraca perdagangan yang juga mencatatkan peningkatan surplus sejak Juli 2024.
Berikutnya, kebijakan bank sentral Indonesia (BI) yang telah menurunkan suku bunga sebesar 25 bps ke level 6 persen. Hal itu, kata Ismail, akan meningkatkan likuiditas perekonomian domestik.
“Hal itu diharapkan turut memperkuat kapasitas LJK dalam menyalurkan pembiayaan ke masyarakat,” pungkasnya.